“Kalau siang dari cahaya matahari, kalau malam dari (pancaran) es. Kalau es hilang, maka cahaya akan hilang,” ujarnya.
Maximus serta masyarakat adat Suku Moni lainnya adalah satu dari beberapa suku yang tinggal di daerah pegunungan di Papua Tengah.
Kampungnya, Ugimba, adalah desa tertinggi di Indonesia yang berada di ketinggian 3.000 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Ugimba berada di sekitar tiga puncak bersalju di Papua yang merupakan puncak tertinggi antara Gunung Himalaya dan Pegunungan Andes. Ketiganya yakni Puncak Carstensz (4.884 mdpl), Puncak Sumantri (4.808 mdpl) dan Puncak Ngga Pulu atau Soekarno (4.862 mdpl).
Jika ditarik garis lurus dari Ugimba ke Carstensz, jarak keduanya yakni 36 kilometer. Meski demikian, jalur pendakian bisa jauh lebih panjang dari angka tersebut.
Pada awal abad 20, saintis memetakan tutupan atau lapisan es yang disebut gletser di kawasan pegunungan ini. Setidaknya, terdapat tujuh puncak bersalju, yakni East Northwall Firn, West Northwall Firn, Meren, Carstensz, Wollaston, Van de Water, dan Southwall Hanging.
Namun, karena perubahan suhu dan iklim, kini salju yang ditemukan hanyalah East Northwall Firn, West Northwall Firn, dan Carstensz.
Citra satelit di bawah menunjukkan perubahan yang drastis pada tiga periode berbeda.
Kenapa salju hilang?
Menurut pengakuan Maximus yang dituturkan oleh moyangnya, gunung bersalju sudah ada sejak ribuan tahun lalu.
Ia mengingat momen masa kecilnya sekitar pertengahan abad 20 sembari tertawa, “Saya sering berburu kuskus (ke gunung) dengan ayah sejak usia enam tahun dan tidak pakai baju.”
Menilik ke belakang, pada 1850, luas area bersalju di sekitar Puncak Jaya sekitar 19 km2 atau seluas Bandara Soekarno Hatta di Tangerang.
Hampir satu abad kemudian, menyusut menjadi 13 km2 atau dua kali luas Kecamatan Gambir di Jakarta Pusat.
Pengurangan es terjadi akibat kenaikan suhu 0,6°C sejak tahun 1850 hingga pertengahan abad 20.
Dalam kurun waktu hampir enam dekade setelahnya, es berkurang drastis menjadi 3 km2.
Pada 2005, salju di pegunungan tropis Indonesia tinggal seluas 1,8 km2.
Kini, kenaikan suhu yang kini mencapai 0,85°C per tahun mempercepat salju untuk mencair.
“Es ini besar dan banyak, putih warnanya. Biasanya warna putih memantulkan sinar matahari, jadi panas yang diserap es sedikit. Ketika es mengecil, lokasi sekitar berwarna lebih gelap, batuan di sekeliling es akan menyerap sinar matahari. Es akan habis tidak hanya dari suhu di atas tapi di permukaan,” ujar Donaldi Permana, Peneliti Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).