Hukum dalam 'Skenario Sambo': Dicengkeram Oligarki, Mafia, dan Duitokrasi

Opini, Jurnalis
Jum'at 23 Desember 2022 09:25 WIB
Denny Indrayana/Foto: Okezone
Share :

Di tahun 2022, kehidupan hukum kita makin dalam jatuh ke dalam cengkeraman kekuatan oligarki yang koruptif. Oligarki adalah penguasa bermodal kapital mega-besar, yang mampu mempengaruhi kebijakan publik, khususnya politik, ekonomi, dan tidak terkecuali hukum.

1. Hukum dalam cengkeraman oligarki

Relasi Oligarki dengan kekuasaan dimulai dengan menanam saham berupa sumbangan pendanaan dalam kompetisi pemilu, yang biasanya tidak akan diungkapkan seluruhnya. Alias jika diaudit sekalipun, sumbangan dana kampanye demikian tidak akan memunculkan nama oligarki sebagai penyumbang, ataupun nilai total yang disumbangkan. Sumbangan demikian bukanlah “makan siang yang gratis”, no free lunch.

Artinya, sumbangan tidak transparan demikian, yang seharusnya mempunyai konsekwensi sanksi tegas hukum kepemiluan, ujungnya adalah terikatnya pimpinan eksekutif ataupun anggota legislatif hasil pemilu kepada kepentingan mega-bisnis sang oligarchs. Sumbangan kampanye yang berbau amis demikian ibarat saham politik, yang devidennya dipetik dalam bentuk kebijakan publik yang menguntungkan bisnisnya serta proteksi dari persoalan hukum, yang tidak jarang dengan mengorbankan kepentingan publik alias rakyat kebanyakan.

Oligarki masuk ke dalam kekuasaan melalui jalur partai politik, pejabat non-hukum dengan kekuasaan strategis, hingga posisi-penegakan hukum yang penting seperti pimpinan Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman pada level pusat ataupun daerah. Termasuk rekrutmen lembaga negara terkait hukum, semacam KPK, BPK, aparat pertahanan, intelijen, dan sejenisnya. Dengan jejaring orang-orangnya yang didudukkan pada posisi-posisi strategis kekuasaan, maka Oligarki bukan hanya mengamankan kepentingan bisnisnya, tetapi juga membangun bunker pertahanan dari kemungkinan persoalan dan serangan hukum yang muncul dari praktik bisnisnya yang biasanya memang koruptif serta destruktif terhadap lingkungan.

Menuju Pemilu 2024, Oligarki akan kembali menanam saham sumbangan dana pemilu lagi pada peserta pemilu legislatif maupun pemilihan presiden, lagi-lagi untuk tujuan mengamankan bisnis mereka dan membangun bunker perlindungan dari persoalan hukum. Jika tidak ada upaya serius untuk menyelamatkan pemilu 2024 kita dari sistem ijon sumbangan kampanye demikian, maka hukum akan terus dalam cengkeraman kekuasaan para Oligarki yang koruptif, dan tidak akan pernah menghadirkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Sumber Daya Alam dalam Cengkeraman Oligarki dan Mafia Hukum

Salah satu persoalan kronis kebangsaan kita adalah manajemen dan tata kelola pada sektor ESDM (Energi, Sumber Daya, dan Mineral). Tidak terbilang bagaimana kaya-rayanya Sumber Daya Mineral kita. Sayangnya, kekayaan itu masih belum dinikmati secara adil oleh mayoritas anak bangsa Indonesia. Pengaturan dan penegakan hukum di sektor ESDM kita masih dicengkeram oleh kepentingan bisnis oligarki yang koruptif dan destruktif terhadap lingkungan.

Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, dan makin parah di tahu 2022, tingginya harga batu bara dan nikel di pasaran dunia, misalnya, menghadirkan banyak praktik mafia hukum, yang menyebabkan konflik lahan serta kerusakan lingkungan. Banyak konflik soal perizinan akibat rebutan lahan, bukan hanya antar warga setempat dengan korporasi, namun juga di antara korporasi itu sendiri. Kekuatan Oligarki umumnya dominan, karena mempunyai jalur langsung kepada pusat kekuasaan dan jejaring kepada pimpinan yang berwenang memberi keputusan hukum.

Ironisnya, di antara konflik lahan, yang seringkali beririsan dengan praktik penambangan ilegal, oknum penegak hukum bermunculan menjadi beking dan pemain langsung praktik penambangan ilegal. Sehingga upaya melaporkan atau membawa persoalan tambang ilegal atau konflik lahan tambang demikian, tidak pernah berhasil. Lagi-lagi karena biasanya Oligarki sudah menaruh pengaruh atau bahkan orangnya pada posisi-posisi pimpinan penegakan hukum di pusat ataupun daerah.

Bukan hanya oknum aparat penegak hukum yang “bermain” dalam soal penambangan—tanpa menerapkan prinsip good governance, alias sarat dengan benturan kepentingan, jamak pula ditemui para elit politisi pusat dan daerah mendapatkan izin tambang secara langsung ataupun tidak langsung, secara tertutup ataupun terbuka. Kepemilikan dan kepesertaan dalam sektor tambang yang keuntungannya sedang amat-sangat menggiurkan itu diberikan oleh para Oligarki kepada para pengambil kebijakan dan oknum hukum, lagi-lagi untuk mengamankan praktik tambang yang koruptif dan destruktif terhadap lingkungan.

Dalam tata kelola pengaturan dan penegakan hukum sektor ESDM yang buruk dan tidak amanah demikian, masyarakat lokal dan lingkungan hanya menjadi objek dan korban semata. Amanat Pasal 33 UUD 1945, Bumi, Air dan kekayaan alam dikuasai oleh negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, hanya menjadi mimpi, jauh dari harapan apalagi kenyataan.

3. Hukum dalam Bayang-Bayang Strategi Pemilu 2024.

Menjelang kontestasi Pemilu 2024, hukum yang seharusnya menjadi aturan main yang fair bagi seluruh peserta pemilu, berubah wujud, disalahgunakan, dan dikerdilkan menjadi hanya instrumen alias alat saja untuk strategi pemenangan pemilu. Aturan hukum diciptakan dan dilanggengkan untuk menutup ruang bagi hadirnya persaingan yang sehat, misalnya bertahannya terus ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold).

Kasus hukum diciptakan dan direkayasa untuk menjegal lawan atau calon competitor peserta pemilu. Baik kasus yang sebenarnya ada atau diadakan, hanya dijadikan daya tawar politik (political bargaining), bukan murni penegakan hukum untuk meraih keadilan publik melalui pemilu yang terlaksana Luber dan Jurdil. Kasus hukum akhirnya hanya menjadi alat sandera kepada elit parpol dan tokoh nasional, menjegal lawan, atau mengarahkan koalisi parpol dalam Pemilihan Presiden 2024.

Fenomena “Politization of Judiciary” menjadi marak, diawali dengan dilemahkannya KPK dan MK, misalnya, kedua lembaga itu diintervensi, dikuasai, dan dilumpuhkan dari pelaksanaan tugas fungsinya yang mulia. Pola rekrutmen di KPK dan MK dirusak, untuk menghadirkan komisioner ataupun hakim konstitusi yang sejalan dengan strategi pemenangan pemilu 2024, sehingga yang keluar dari skeanrio strategi disingkir-TWK-kan dari KPK, ataupun diberhenti-Aswanto-kan dari MK.

Kalaupun masih ada penegakan hukum antikorupsi di KPK, sebenarnya hanya menyentuh para pelaku yang tidak mempunyai beking politik dan hukum. Sedangkan pelaku kakap yang sesungguhnya (the real big fishes) justru tetap hilang, disembunyikan, ataupun sengaja tidak disentuh (untouchable), karena sudah mempunyai bunker perlindungan hukum, dan akses komunikasi dan koordinasi langsung ke pusat kekuasaan.

Rekrutmen Pimpinan KPK yang sebentar lagi berlangsung di tahun 2023, akan rentan dengan intervensi dan sarat kepentingan, untuk mendudukkan orang-orang yang bisa dikendalikan, sehingga penanganan perkara di KPK akan rentan, dan lagi-lagi sejalan dengan agenda pemenangan Pemilu 2024, yaitu menyerang lawan kompetitor dan melindungi kawan politik.

Termasuk dalam memanfaatkan instrumen hukum untuk pemenangan Pemilu 2024 adalah proses verifikasi parpol peserta pemilu. Partai apa yang lolos dan tidak lolos bukan semata karena memenuhi syarat kepemiluan, tetapi untuk melemahkan lawan politik, dan membantu kawan politik. Dalam situasi hukum yang disalahgunakan demikian, serta dengan lembaga hukum yang diintervensi dan dikuasai, maka Pemilu 2024 akan sulit diharapkan berlangsung Luber dan Jurdil sebagaimana amanat konstitusi, UUD 1945.

4. Hukum masih dalam Cengkeraman Mafia dan Duitokrasi.

Tahun 2022 mencatat bahwa aparat dan insan penegak hukum masih tidak steril dari praktik mafia hukum. Makelar kasus masih bergentayangan dan menentukan hasil akhir putusan peradilan, ataupun perjalanan kasus hukum di tanah air. Suap dilakukan terkadang masih dengan cara konvensional, bahkan melalui pemberian saham kepada kerabat dekat dari sang pejabat penegak hukum, misalnya kepemilikan saham di perusahaan sang oligarki. Atau, yang sebenarnya juga konvensional, tetapi lebih advance, dengan transaksi yang dilakukan di luar yurisdiksi Indonesia, ataupun modus “Ali-Baba” alias menyalahgunakan konsep nominee account. Ujungnya, hukum masih tunduk pada kekuatan uang, daulat duit alias Duitokrasi, dan jauh dari salah satu fungsinya sebagai penopang kehidupan Daulat rakyat, Demokrasi.

5. Hukum dalam “Skenario Sambo”, Keadilan Hanya Tipuan dan Tontonan.

Tahun 2022, dunia hukum di tanah air dihadirkan dengan serial “Sinetron Sambo”, yang hingga kini masih memenuhi ruang siaran televisi dan pemberitaan di tanah air. “Skenario Sambo” adalah sinetron yang skripnya dibuat seolah-olah menghadirkan fakta, padahal ilusi tontonan yang menghibur dan “meninabobokkan”.

Kita terjebak pada menonton kasusnya, tapi kehilangan esensi persoalan sesungguhnya, yaitu telah lama terjadi “public justice killing”, pembunuhan keadilan publik secara TSM, Terstruktur, Sistematis, Masif. Pembunuhan keadilan publik itu dilakukan oleh oknum hukum selayaknya "Sambo” dan jajarannya. Reformasi total pada kepolisian dan di institusi penegakan hukum lainnya, karenanya adalah suatu keniscayaan untuk melahirkan kembali keadilan publik yang telah lama dibunuh mati.

Perlu Gerakan Masif-Efektif dari arus bawah, dan lahirnya Pimpinan Nasional yang mengerti bahwa hukum dan keadilan sudah lama digadaikan, dan harus segera diselamatkan. Apakah kita masih bisa berharap pada hasil Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden 2024, untuk menghadirkan para elit politik dan Presiden yang Amanah untuk menghadirkan hukum yang berkeadilan? Pekerjaan rumah kita makin rumit dan sulit, tetapi harus terus tanpa henti diikhtiarkan, meskipun keputusasaan seringkali menggoda di tengah jalan perjuangan.

Penulis: Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D.

Senior Partner Integrity Law Firm, Guru Besar Hukum Tata Negara dan Registered Lawyer di Indonesia dan Australia

 

(Fahmi Firdaus )

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya