Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Dulu Indonesia Jaya dengan Satelit-Satelitnya, Kini dengan Starlink Jadi Tidak Berdaya

Opini , Jurnalis-Sabtu, 25 Mei 2024 |06:15 WIB
Dulu Indonesia Jaya dengan Satelit-Satelitnya, Kini dengan Starlink Jadi Tidak Berdaya
Roy Suryo (Foto: Dok Okezone)
A
A
A

LUAR BIASA. Tak lama setelah menulis "Antara Starling & Bahaya Starlink, bak Ndoro Tuan & Bedinde" kemarin, HP saya "tang tung tang tung" terus menerus, menandakan banyaknya notifikasi pesan masuk, baik Japri langsung maupun melalui beberapa WAG yang saya ikuti dan memuat tulisan tersebut. Secara umum rata-rata ingin memastikan apakah bisa benar-benar bahaya jika pola seperti StarLink itu dibiarkan masuk dan merusak ekosistem bisnis Telekomunikasi dan internet Indonesia.

"Opo rak bahaya tah ...?" demikian contoh salah satu pesan yang saya terima menyusul dimuatnya tulisan tersebut di berbagai media yang sudah memuatnya (terima kasih). Ya memang bahaya kalau Rezim ini tampak sekarang hanya senang menjadi Kernet (baca: Calo) dari para Investor asing yang hanya mau menjalankan bisnisnya di sini tanpa mau menggerakkan ekonomi lokal, minimal tenaga kerja bangsa sendiri. Lihat saja pabrik-pabrik yang beroperasi dengan merusak alam di mana-mana, para pekerja kasarnya pun harus "diimpor" misalnya dari China. Padahal, sudah banyak video-video fakta hal ini diungkap, tetapi masih saja dikatakan "Hoax" (?) oleh Rezim ini yang terkesan melindungi dan malah jadi centeng mereka.

Kalau yang datang itu pekerja yang berkemampuan tertentu masih bisa dimaklumi, tetapi sudah banyak terbukti bahwa mereka adalah unskill-labor alias pekerja kasar yang malahan lebih tidak terampil dibandingkan kinerja TKI kita, bahkan sampai (maaf) BAB-pun mereka banyak yang tidak terlatih, alias sembarangan di mana-mana. Inilah yang menimbulkan kericuhan bahkan sampai kerusuhan di beberapa pabrik tempat mereka didatangkan, karena terjadi ketimpangan sosial dan ekonomi antara TKA (mayoritas China) dan TKI. ironisnya RUU Cilaka, kini jadi UU Ciptaker tampak tidak berdaya dan malah lebih menguntungkan bagi mereka.

Wajar jadinya kalau banyak komentar dari masyarakat yang masih punya derajat kewarasan yang tinggi untuk mewaspadai hal ini, tak sedikit pula di antaranya yang mengkhawatirkan akan dibawa (baca: dijual) kemana lama-lama bangsa ini kalau terus-terusan begini. Karena suara yang masih kritis selalu dikatakan dengan sebutan kaum "nyinyiris", bahkan tidak jarang dituduh separatis atau bahkan ada yang dicap teroris, padahal sesungguhnya mereka-mereka justru yang masih memiliki jiwa nasionalis dibanding para kernet berbaju pejabat di Rezim ini yang jelas-jelas oportunis dan bahkan terhadap penduduk sekitarnya pun bertindak sadis.

Kembali ke soal Satelit, saya tidak akan pernah lupa peristiwa 48 (empat puluh delapan) tahun silam, tepatnya di hari Kamis, 08 Juli 1976. Saat itu, masih kelas 3 SD / Sekolah Dasar Netral di Jogja, mendadak pelajaran dikosongkan untuk menonton bareng-bareng berita dari TVRI melalui sebuah Pesawat Televisi Kabinet, alias "Jengki" kalau istilah barang antik sekarang yang berukuran 20 inchi dan tentu saja masih berupa TV Tabung Sinar Katoda Hitam Putih. TV yang sebelumnya terletak di Ruang Kepala sekolah tersebut dipindahkan ke Ruang Aula sekolah agar bisa memadai ditonton oleh sekitar 250-an siswa dari Kelas 1 sampai dengan Kelas 6, seru.

Acara "NoBar" kalau istilah sekarang ini tempo doeloe malah seringnya dilakukan bilamana ada Siaran Langsung Pertandingan Tinju Muhammad Ali yang disiarkan melalui TVRI. Jadi ketika saat itu seorang reporter TVRI bernama Ishadi Soetopo Kartosapoetro, yang akhirnya dikenal sebagai Pak Ishadi SK, mantan DirJen RTV yang kini di Trans TV (setelah sebelumnya di TPI dan tentu saja TVRI melaporkan sebuah peristiwa bersejarah dari Cape Kennedy, sekarang bernama Cape Canaveral, peluncuran SKSD / Sistem Komunikasi Satelit Domestik bernama Palapa A1 menggunakan Roket Delta 2914.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement