Ayah Santri Korban Penganiayaan di Ponpes Minta Proses Hukum Terus Lanjut

Avirista Midaada, Jurnalis
Kamis 02 Maret 2023 13:16 WIB
Ayah santri korban penganiayaan di pondok pesantren ingin proses hukum terus lanjut (Foto : MPI)
Share :

MALANG - Proses diversi penganiayaan santri Pondok Pesantren (Ponpes) An-Nur 2 Bululawang Kabupaten Malang belum menemukan titik temu. Korban berinisial DFA (12) warga Lowokwaru, Kota Malang, masih mengalami trauma bertemu dengan pelaku berinisial KR (14), warga Gresik, Jawa Timur.

Selaku ayah korban, Abdul Aziz menyatakan, anaknya sejauh ini memang belum bertemu dengan pelaku berinisial KR. Sebab pada proses diversi kedua yang seharusnya berlangsung pada Selasa 28 Februari 2023 tidak terealisasi.

"Masih mengalami trauma berat dan belum berani bertatap muka langsung dengan pelaku penganiaya dirinya. Kemarin anak saya tidak dipertemukan dengan tersangka," ucap Abdul Aziz dikonfirmasi melalui sambungan telepon, pada Kamis pagi (2/3/2023).

Menurutnya, anaknya yang sebagai korban memiliki hak untuk tidak bertemu dengan semua pihak, termasuk dengan pelaku berinisial KR. "Dia tidak ketemu dengan semua pihak, karena ada ruangannya sendiri," katanya.

Ia pribadi sebagai ayah korban tidak ingin berdamai dengan pelaku. Artinya proses diversi ini dipastikan gagal, kendati seluruh pihak telah berkumpul di Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Malang selama dua jam itu. Selanjutnya, berkas pemeriksaan ini akan diserahkan kejaksaan ke Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen.

"Saya tahu proses ini harus dilanjutkan agar menimbulkan efek jera. Jadi jaksa memahami betul kalau proses ini dilanjutkan dari pernyataan saya. Sehingga, hari ini secara resmi dilimpahkan dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Malang ke Pengadilan Negeri Kepanjen. Sehingga, minggu depan sudah bergulir di Pengadilan Negeri Kepanjen," tuturnya.

Menurutnya, tersangka dan keluarganya sudah meminta maaf secara langsung pada dirinya dan ia telah memaafkan. Namun, proses hukum dipastikan masih akan terus berlanjut agar bisa jadi pelajaran berharga bagi tersangka bahwa perbuatannya bisa mendapat hukuman pidana.

"Secara normatif mereka menyatakan meminta maaf kepada, kemudian berharap ada perdamaian. Pengasuh (pondok) juga meminta perdamaian. Tapi pernyataan kami disimpulkan oleh jaksa bahwa ini dilanjutkan," tegasnya.

Lebih lanjut ia mengapresiasi Kejaksaan Negeri Kabupaten Malang yang menurutnya bekerja progresif. Pasalnya ia kaget baru diversi hari ini bisa langsung diajukan ke Pengadilan Negeri Kepanjen. Ia juga tidak mempermasalahkan kalau tersangka tidak ditahan saat ini juga.

"Karena umur tersangka belum 14 tahun, maka belum bisa ditahan saat ini. Kemudian orangtuanya menjamin kalau anaknya tidak akan lari, tidak akan menghilangkan atau merusak barang bukti, tidak akan mengulangi perbuatannya yang serupa," tuturnya.

Dirinya pun meminta Pondok Pesantren (Ponpes) An-Nur 2 Bululawang berbenah dengan cara membuat sistem pengawasan yang terencana, terukur, dan terprediksi. Sehingga yang bekerja nantinya adalah sistem, ada proteksi dan punishmen untuk para santri. Sehingga bullying bisa dihindari di lingkungan pesantren.

"Kedua agar pondok-pondok di Malang Raya khususnya dan Indonesia pada umumnya menjadikan kasus ini sebagai pelajaran penting. Bahwa jangan sampai di pesantren itu tidak aman, karena orang yang memondokkan anaknya itu inginnya aman, belajarnya tenang, orang tua tidak was-was. Tapi kalau sistem pengawasan dan punishmen itu tidak ada maka potensi (bullying) itu muncul," ucapnya.

Proses hukum adalah cara Abdul Aziz berkontribusi kepada Pesantren Annur 2 Bululawang dan pondok-pondok se-Indonesia. Baginya ini adalah gagasan segar, bahwa proses hukum dilanjutkan dan dari situlah keadilan setiap warga negara didapatkan.

"Keadilan kan memberi kepastian dan keadilan bagi korban, kemudian memberikan pelajaran bagi pelaku. Maka dari situlah makna sesungguhnya hukum bagi manusia. Itulah hukum progresif, hukum yang maju, hukum yang hidup, tidak kaku. Artinya ya kalau melanggar ya punish, sama dengan oramg berbuat baik maka akan mendapatkan ganjaran dari Tuhan," pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, DFA mengalami tindakan penganiayaan oleh KR, yang tak lain adalah rekan sesama santri di lingkungan Ponpes An-Nur 2 Bululawang, Kabupaten Malang. Korban dipukuli beberapa kali oleh terduga pelaku KR karena dituduh melaporkannya ke guru akibat KR membolos dan merokok tak mengikuti pelajaran di sekolah, pada Sabtu 26 November 2022, siang.

Akibatnya DFA yang duduk di bangku MTS kelas VII ini menerima pukulan di beberapa bagian tubuhnya. Luka lebam pun didapatkan DFA, bahkan tulang hidungnya pun disebut dokter patah setelah menjalani pemeriksaan CT scan dan visum. Pasca kejadian, orang tua DFA lantas melaporkan kejadian yang dialami anaknya ke Polres Malang.

Kepolisian sendiri telah menetapkan KR sebagai tersangka, setelah memintai keterangan sejumlah orang dan barang bukti berupa hasil visum luka korban. Pihak Pondok Pesantren An-Nur 2 pun mengambil tindakan tegas atas ulah KR itu dengan mengeluarkannya dari pondok.

Dirinya pun meminta Pondok Pesantren (Ponpes) An-Nur 2 Bululawang berbenah dengan cara membuat sistem pengawasan yang terencana, terukur, dan terprediksi. Sehingga yang bekerja nantinya adalah sistem, ada proteksi dan punishmen untuk para santri. Sehingga bullying bisa dihindari di lingkungan pesantren.
"Kedua agar pondok-pondok di Malang Raya khususnya dan Indonesia pada umumnya menjadikan kasus ini sebagai pelajaran penting. Bahwa jangan sampai di pesantren itu tidak aman, karena orang yang memondokkan anaknya itu inginnya aman, belajarnya tenang, orang tua tidak was-was. Tapi kalau sistem pengawasan dan punishmen itu tidak ada maka potensi (bullying) itu muncul," ucapnya.
Proses hukum adalah cara Abdul Aziz berkontribusi kepada Pesantren Annur 2 Bululawang dan pondok-pondok se-Indonesia. Baginya ini adalah gagasan segar, bahwa proses hukum dilanjutkan dan dari situlah keadilan setiap warga negara didapatkan.
"Keadilan kan memberi kepastian dan keadilan bagi korban, kemudian memberikan pelajaran bagi pelaku. Maka dari situlah makna sesungguhnya hukum bagi manusia. Itulah hukum progresif, hukum yang maju, hukum yang hidup, tidak kaku. Artinya ya kalau melanggar ya punish, sama dengan oramg berbuat baik maka akan mendapatkan ganjaran dari Tuhan," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, DFA mengalami tindakan penganiayaan oleh KR, yang tak lain adalah rekan sesama santri di lingkungan Ponpes An-Nur 2 Bululawang, Kabupaten Malang. Korban dipukuli beberapa kali oleh terduga pelaku KR karena dituduh melaporkannya ke guru akibat KR membolos dan merokok tak mengikuti pelajaran di sekolah, pada Sabtu 26 November 2022, siang.
Akibatnya DFA yang duduk di bangku MTS kelas VII ini menerima pukulan di beberapa bagian tubuhnya. Luka lebam pun didapatkan DFA, bahkan tulang hidungnya pun disebut dokter patah setelah menjalani pemeriksaan CT scan dan visum. Pasca kejadian, orang tua DFA lantas melaporkan kejadian yang dialami anaknya ke Polres Malang.
Kepolisian sendiri telah menetapkan KR sebagai tersangka, setelah memintai keterangan sejumlah orang dan barang bukti berupa hasil visum luka korban. Pihak Pondok Pesantren An-Nur 2 pun mengambil tindakan tegas atas ulah KR itu dengan mengeluarkannya dari pondok.

(Angkasa Yudhistira)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya