HARI Kebangkitan Nasional (Harkitnas) baru bisa dirayakan oleh seluruh rakyat Indonesia pada pada 20 Mei 1948. Meskipun saat itu masih di bawah bayang-bayang ancaman Belanda.
Saat itu bangsa Indonesia merayakan peringatan 40 tahun Harkitnas di Ibu Kota Yogyakarta, di berbagai wilayah yang masih diduduki Belanda, juga di luar negeri oleh para pelajar Indonesia.
Buku ‘Kronik Revolusi Indonesia: 1948’ tertulis bahwa pada Mei 1948, Bung Karno memanggil Ki Hadjar Dewantara, agar tanggal 20 Mei 1948 diadakan peringatan 40 tahun Kebangkitan Nasional di seluruh Indonesia dan di luar negeri.
Peringatan Harkitnas, TGB: Mari Kita Perbanyak Perjumpaan
Harkitnas pada masa itu juga terjadi ketika bentrokan antara Partai Komunis Indonesia (PKI) dan partai-partai lain masih mengemuka. Pada momentum 40 tahun Harkitnas itu lah Soekarno ingin menyuntikkan semangat persatuan pada para partai yang berseteru itu.
Hasilnya, keluar sebuah manifes yang menyatakan perlunya program nasional untuk semua partai dan organisasi masyarakat (ormas).
Front Demokrasi Rakyat (FDR) bersama Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi), punya pernyataan bersama terkait persatuan sikap untuk Indonesia yang merdeka dan demokratis.
5 Fakta Pasukan Tengkorak Kopaska TNI AL, Dibentuk Soekarno Melawan Belanda
Program Nasional itu juga menyentuh sejumlah partai lainnya untuk kemudian, menyusun kepanitiaan yang diisi A.M. Tambunan dari Parkindo (Partai Kristen Indonesia), Sujono Hadinoto dari PNI, Amir Sjafruddin dari Partai Sosialis, Dipa Nusantara Aidit dari PKI, Setiadjit (PBI), M. Saleh Suhadi (Masyumi) dan Saleh Suhadi (Masyumi).
Sayangnya Program Nasional itu gagal sepenuhnya disetujui lantaran pertentangan antarpartai saat itu masih sangat tajam. Sementara itu di Solo, Harkitnas ke-40 justru dimanfaatkan pasukan Panembahan Senopati untuk menggelar aksi protes.
Pasukan yang berada di bawah komando Divisi IV itu berparade dan berdemonstrasi menentang Reorganisasi dan Rasionalisasi (Re-Ra) TNI.