JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Hamdan Zoelva mengatakan, tidak ada pelanggaran UUD atas kewenangan penyidikan yang dimiliki Kejaksaan untuk menyidik perkara-perkara khusus. Bahkan istilah penyidik tunggal sudah tidak bisa dipetahankan lagi pada saat ini.
Dijelaskan pula, sebelum KUHAP pada 1981, kewenangan penyelidikan dan penuntutan kewenangannya dibagi-bagi ke kepolisian dan kejaksaan. Setelah KUHAP memang ada kehendak untuk menjadikan kepolisian sebagai penyidik tunggal semua perkara.
"Tapi dalam perkembangannya ternyata penyidik tesebut tidak bisa tunggal, karena selain kejaksaan yang melakukan penyidikan juga banyak sekali penyidik-penyidik PNS sekarang ini. Kehutanan, OJK, Imigrasi semua punya penyidikan. Jadi tidak bisa lagi dipertahankan apa yang disebut penyidik tunggal itu. Itu politik hukum 1980-an, sudah berubah," papar Hamdan, Senin (26/6/2023).
Undang-Undang Dasar tidak menyebutkan secara tegas lembaga yang bewenang melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, temasuk tindak pidana korupsi. Merujuk pasal 24 UUD 1945 ayat 3, hanya menyebutkan badan-badan kekuasaan kehakiman diatur dengan UU.
"Siapa badan- badan kehakiman diserahkan pada UU temasuk penyelidikan, penuntutan, penyidikan dan juga pemasyarakatan. Juga badan-badan lain yang berkaiitan dengan kekuasaan kehakiman," ungkapnya.
Untuk itulah, lanjut Hamdan, pembentuk UU memiliki kebebasan untuk memberikan kewenangan tersebut. Baik diberikan ke institusi kejaksaan, kepolisian.
"Bisa juga diberikan ke Kejaksaan secara tunggal atau kepolisian secara tunggal, atau bisa juga secara tunggal ke KPK. Terserah UU-nya. Ini yang dinamakan open legal policy," sambungnya.