Musso, Tokoh PKI yang Didik Jadi Agen Komunis Internasional

Awaludin, Jurnalis
Senin 04 September 2023 06:01 WIB
Tokoh PKI, Musso (foto: dok ist)
Share :

MUSSO, pria kelahiran Desa Pagu, Kediri, tahun 1897 itu mendapat didikan guru di Jakarta dan tertarik dengan politik kaum kiri saat bertemu dengan Alimin saat tinggal di rumah Tjokroaminoto. Di rumah itu, tinggal juga Soekarno muda yang tengah mengenyam pendidikan politik. Secara pribadi, dia dikenal oleh teman-temannya sebagai orang yang cerdas, pintar mengorganisir, dan penulis politik yang sangat handal. Dia juga dikenal sebagai sosok yang keras dan nekat.

Namun begitu, dia sangat disenangi kawan seperjuangan. Karena sikapnya itu, dia keluar masuk penjara kolonial Belanda. Pernah suatu kali, dia ditahan oleh Belanda. Lantaran terlibat aksi Serikat Islam (SI) Afdeling B. Selama di penjara, dia banyak mendapatkan siksaan, karena menolak memberikan keterangan apa pun tentang gurunya Tjokroaminoto.

Peristiwa itu, membekas di hatinya dan menimbulkan kebencian mendalam terhadap Belanda. Saat di dalam penjara, dia banyak belajar tentang paham komunisme. Namun demikian, dia tidak langsung pro terhadap PKI saat terjadi pertentangan antara Semaoen-Haji Agus Salim dan Abdul Muis.

Sejak kebangkitannya yang pertama, paham komunisme selalu mendapat tekanan kuat dari pihak Barat. Tokoh-tokoh komunis yang ditangkapi dan diasingkan. Dimulai dari Sneevliet, Tan Malaka, Semaoen, Darsono, Ali Archam, Haji Misbach, dan Mas Marco. Di saat kondisi seperti itulah tercetus keputusan Prambanan.

Pada 25 Desember 1925, pemimpin-pemimpin PKI di bawah Sardjono mengadakan pertemuan kilat di Prambanan, Yogyakarta, Jawa Tengah. Keputusan itu menghasilkan, aksi bersama mulai dengan pomogokan hingga aksi bersenjata. Kaum tani dipersenjatai dan serdadu harus ditarik dalam pemberontakan. Di waktu yang nyaris bersamaan, perburuan terhadap tokoh-tokoh komunis dilanjutkan. Alimin, Musso, Boedisoetjitro, dan Sugono kabur menghindar ke Singapura. Di sana, mereka bertemu Subakat, Alimin, Sanusi dan Winata, merundingkan kembali keputusan Prambanan.

Hasil perundingan itu lalu disampaikan kepada Wakil Komunis Internasional (Komintern) untuk Asia Tenggara Tan Malaka di Manila. Alimin yang diutus untuk menyampaikan hasil perundingan di Singapura itu. Namun, Tan Malaka dengan tegas menolak rencana tersebut, karena dinilai masih mentah. Alimin kemudian kembali ke Singapura dan membicarakan penolakan Tan Malaka. Tetapi, pimpinan PKI di Singapura mengutus Alimin dan Musso ke Moskow untuk meminta dukungan Stalin.

Akhirnya, Tan Malaka berangkat ke Singapura. Namun, Alimin dan Musso sudah terlanjur berangkat ke Moskow. Di Singapura, Tan Malaka bertemu Subakat, dan diberikan jawaban Alimin yang menyatakan pimpinan PKI menolak menggagalkan pemberontakan. Lalu, Subakat memanggil Suprodjo dan membicarakan kembali keputusan Prambanan bertiga. Hasilnya, analisa Tan Malaka benar dan pemberontakan harus dibatalkan. Suprodjo pun kembali ke Indonesia dan bertemu Sardjono agar mengagalkan pemberontakan. Namun ditolak.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya