Tokoh PKI Madiun Baca Novel Romeo dan Juliet Sebelum Ditembak Mati

Solichan Arif, Jurnalis
Rabu 20 September 2023 06:55 WIB
Tokoh PKI Madiun AMir Syarifuddin baca novek Romeo dan Juliet sebelum ditembak mati. (Ist)
Share :

MADIUN - Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dipimpin Musso dan Amir Sjarifuddin di Madiun, Jawa Timur, pada 18 September 1948, gagal total.

Salah satu penyebab kegagalan pemberontakan PKI Madiun adalah kurangnya dukungan dari rakyat secara luas. Rakyat lebih mendukung pemerintahan Soekarno dan Hatta daripada tawaran pemerintahan Soviet Musso dan Amir Sjarifuddin.

Kondisi itu juga diperparah situasi internal PKI yang kurang solid. Saat pemberontakan meletus, PKI Bojonegoro, Banten dan Sumatra memilih setia kepada Hatta. Mereka enggan mengikuti arahan Musso dan Amir.

Karenanya gaung pemberontakan PKI Madiun 1948 praktis hanya bergema di wilayah Madiun dan Pati. Dalam hitungan hari, pemberontakan yang banyak memakan korban dari kalangan ulama itu berhasil dipadamkan.

Pada akhir November 1948, Amir Sjarifuddin yang sudah tidak berkutik ditangkap TNI pasukan Kemal Idris di Desa Kelambu Purwodadi Jawa Tengah. Saat dibekuk kondisi mantan Menteri Pertahanan dan Perdana Menteri RI itu mengenaskan.

“Dalam keadaan kurus dan pincang karena sedang menderita disentri,” demikian dikutip dari buku Orang-Orang di Persimpangan Kiri Jalan (1997).

Begitu pemberontakan berhasil dipadamkan dan Madiun dan sekitarnya berhasil direbut, pemerintah menerapkan kebijakan khusus kepada para tawanan penting. Para tokoh PKI yang tertangkap hidup-hidup, termasuk Amir Sjarifuddin dibawa ke Ibu Kota Yogyakarta.

Kendati demikian, semuanya terlebih dahulu dibawa ke Kudus, yakni untuk menjalani interogasi. Kemudian dengan menggunakan kereta api khusus, mereka diangkut menuju Yogyakarta.

Karena dianggap sebagai tokoh terpenting, Amir ditempatkan seorang diri di gerbong yang sebelumnya telah dikosongkan. Ia diurus oleh seorang perwira TNI, Kapten Soeharto dan memilih kooperatif.

Di sela waktu menanti kereta berjalan, Amir tiba-tiba menyatakan ingin membaca buku. Ia meminta Kapten Soeharto dan oleh Soeharto diberikan novel Romeo dan Juliet. Amir menikmati kisah tragedi itu di sela menanti kereta yang membawanya ke Yogya, berangkat.

“Waktu itu, buku satu-satunya yang dimiliki Kapten Soeharto ialah Romeo and Juliet karangan William Shakespeare”.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya