JAKARTA - Tumpukan sampah di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat, telah mencapai tinggi 50 meter. Hal itu tentu menimbulkan kekhawatiran tentang pengelolaan sampah di TPST yang sudah beroperasi selama 34 tahun itu.
Pengelola pun putar otak untuk mengatasi masalah tersebut. Salah satu caranyanya dengan teknologi pengolahan sampah menjadi bahan bakar alternatif atau refused derived fuel (RDF).
BACA JUGA:
Kepala Satuan Pelaksana Pemrosesan Akhir Sampah Bantargebang Setyo Margono mengatakan, teknologi itu ditargetkan dapat mengelola 2.000 ton sampah setiap harinya menjadi RDF.
Cara pengelolaan sampah itupun dicek langsung oleh Staf Khusus Presiden Diaz Hendropriyono, Kamis (19/10/2023). Menurut Diaz, cara itu bisa mengurangi emisi karbon.
BACA JUGA:
"Jika nantinya pengolahan RDF oleh TPST Bantar Gebang sudah ada hitungan emisinya, bisa dibandingkan dengan emisi jika sampah hanya tertimbun di TPA. Hitungan ini bisa didaftarkan sebagai kredit karbon.” ujar Diaz.
Diaz melanjutkan, Bantargebang yang telah menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) memiliki kesempatan untuk menerima pendapatan daerah.
“Bantargebang bisa memperoleh pendapatan dari RDF yang dijual ke pabrik semen. Lalu saat emisi sudah bisa dihitung, bisa dikreditkan. Jadi prestasi dari pengelolaan sampah,” tutup Diaz.
Sementara itu, Setyo menyatakan akan mendiskusikan saran agar TPST Bantargebang mulai menghitung pengurangan emisi yang dilakukan.
(Qur'anul Hidayat)