5 Fakta Cox's Bazar, Kamp Pengungsi Rohingya Terbesar di Dunia

Maria Regina Sekar Arum, Jurnalis
Rabu 27 Desember 2023 18:29 WIB
Pengungsi Rohingya di kamp pengungsian Cox's Bazar, Bangladesh. (Foto: Reuters)
Share :

JAKARTA - Pada Agustus 2017, sekira 700.000 warga Rohingya melarikan diri dari gelombang kekerasan dan penganiayaan di Myanmar.

Mereka melarikan diri ke Distrik Cox's Bazar, yang dikenal sebagai ‘kamp pengungsi terbesar di dunia’ di negara tetangga Bangladesh. Di sini mereka menetap di daerah yang di mana banyak orang Rohingya sebelum mereka mencari perlindungan.

Banyak di antara mereka yang hanya membawa pakaian yang mereka kenakan ketika rumah dan desa mereka diserang, dihancurkan, dan dibakar. Meskipun merupakan salah satu negara dengan populasi terpadat di dunia, Bangladesh saat ini menjadi tuan rumah bagi pemukiman pengungsi terbesar di dunia dan masih terus berkembang.

Berikut 5 fakta Cox’s Bazar, kamp pengungsi Rohingya terbesar di dunia.

 

1. Tidak ada privasi

Mengutip dari United Nations Population Fund, kondisi di Cox’s Bazar sangat sulit. Banyak pengungsi Rohingya yang tinggal di tempat penampungan sementara yang padat dan tidak memberikan privasi serta menimbulkan risiko perlindungan bagi perempuan dan anak perempuan.

2. Berlindung di rumah bambu

Sekitar 200.000 keluarga tinggal di pusat pengungsian yang terbuat dari bambu dan terpal. Badan-badan bantuan termasuk Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Komite Palang Merah Indonesia (ICRC) memberikan bantuan ke para pengungsi berupa bahan-bahan untuk membangun tempat berlindung mereka dengan menggunakan bambu yang ditanam.

3. Sanitasi yang sangat buruk 

Menurut standar UNHCR, toilet umum tidak boleh dipakai bersama lebih dari 20 orang selama fase darurat di kamp. Namun, pada akomodasi jangka panjang satu toilet harus diperuntukkan bagi satu keluarga. Sembilan belas dari 33 kamp di Cox’s Bazar beroperasi di luar pedoman PBB.

4. Sumber air yang kurang 

Ketika musim hujan tiba, pengungsi dihadapkan dengan sumber air yang lebih rendah. Banjir dan tanah longsor membuat banyak layanan tidak berguna, sementara banyak pengungsi yang takut akan dampak hujan.

Mengenai sumber air, 22 dari 33 kamp beroperasi sesuai standar PBB. Satu pasokan air untuk 80 orang, tetapi dua kamp khususnya, kamp 22 dan kamp Nayapara melebihi standar ini lebih dari 10 kali lipat.

5. Hidup tanpa berkewarganegaraan 

Rohingya adalah kelompok etnis mayoritas Muslim yang telah lama tinggal di Myanmar yang mayoritas penduduknya beragama Buddha selama berabad-abad. Mereka telah menghadapi penganiayaan militer sejak negara tersebut memperoleh kemerdekaan pada akhir 1940-an.

Undang-Undang Kewarganegaraan tahun 1982 memasukkan etnis Rohingya sebagai salah satu dari 135 kelompok etnis resmi Myanmar dan menolak kewarganegaraan mereka, yang secara efektif menjadikan mereka tidak memiliki kewarganegaraan.

Akibatnya, keluarga-keluarga Rohingya tidak mendapatkan hak dan perlindungan dasar, sehingga membuat mereka rentan terhadap eksploitasi, kekerasan, dan pelecehan berbasis gender dan seksual. Pada 25 Agustus 2017, militer Myanmar memulai tindakan keras terhadap mayoritas Muslim Rohingya di negara tersebut, menyebabkan lebih dari 700.000 pengungsi mengungsi ke negara tetangga Bangladesh.

(Rahman Asmardika)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya