“Walaupun mekanisme agak komplek untuk dijelaskan secara rinci, namun dugaan kuat pusaran ini terjadi akibat adanya pertemuan dua massa uap air, dari arah barat dan timur, lalu diperkuat dari arah selatan Samudera Indonesia. Ketiganya berkumpul di satu kawasan yang memang telah mengalami degradasi panas yang cukup tajam,” jelas Eddy.
Dia mengimbau kepada masyarakat, selain tidak usah panik secara berlebihan, yang lebih penting adalah ikuti terus informasi terkini yang diberikan oleh BMKG atau BPBD atau lainnya, pantau secara rutin (reguler). Tidak mengaitkan kejadian ini dengan hal-hal yang tidak masuk akal, tetap berpikir jernih dan logis.
Sudah saatnya masyarakat diberi pencerahan tentang kejadian-kejadian ekstrem yang sepertinya akan bertambah di masa mendatang. Karena kejadian ini terkait erat dengan perubahan suhu udara dan perubahan tekanan udara yang tiba-tiba naik drastis. Maka, sudah saatnya dipasang alat pemantau perubahan tekanan, bisa barometer atau lainnya.
Dia juga berpesan, jangan menambah kerusakan lingkungan. Perbanyaklah menanam pepohonan, back to nature agar laju global warming bisa kita redam.
“Puting Beliung tidak bisa kita cegah (kita redam), namun tanda-tanda kehadirannya bisa kita lihat, mulai dari langit mulai gelap, kecepatan angin permukaan meningkat, suhu udara panas terik di siang hari, namun tiba-tiba mendingin di malam hari, dan lainnya,” tambahnya.
(Khafid Mardiyansyah)