Namun, waktu terjadinya tanah longsor menunjukkan bahwa jumlah korban tewas akan meningkat.
Pada Minggu (26/5/2024), hanya lima jenazah yang ditemukan bersama dengan sebagian jenazah lainnya.
Aktoprak mengatakan kepada BBC bahwa ada sejumlah tantangan yang dihadapi tim dalam upaya mengevakuasi jenazah, termasuk keengganan beberapa kerabat yang berduka untuk membiarkan alat berat mendekati orang yang mereka cintai.
Sebaliknya, orang-orang menggunakan tongkat penggali, sekop, dan garpu pertanian besar untuk mengeluarkan jenazah yang terkubur di bawah tanah.
Puing-puing dari tanah longsor, yang meliputi batu-batu besar, pepohonan, dan tanah yang terlantar, memiliki kedalaman hingga 8 m (26 kaki) di beberapa daerah.
Hanya ada satu jalan utama menuju Provinsi Enga dan Care Australia mengatakan puing-puing berjatuhan di sebagian besar wilayah tersebut, sehingga membatasi akses ke lokasi penyelamatan.
Menurut Aktoprak, kekerasan suku di sepanjang jalan utama dapat mempersulit upaya bantuan.
Aktoprak mengatakan kerusuhan tersebut tidak ada hubungannya dengan tanah longsor.
"Dalam satu hari saja, total delapan orang tewas, lima toko usaha dan 30 rumah terbakar,” terangnya.
Masyarakat lokal sudah mulai mendistribusikan makanan dan air kepada orang-orang yang terkena dampak tanah longsor.
Pemerintah provinsi akan mengerahkan bantuan termasuk makanan, air dan produk kebersihan mulai Senin (27/5/2024).
Organisasi Internasional untuk Migrasi, yang merupakan bagian dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, menyediakan barang-barang non-makanan seperti selimut, perlengkapan tidur, dan kasur.
Hingga Minggu (26/5/2024), Pusat Bencana Nasional, yang merupakan bagian dari pemerintah Papua Nugini, belum meminta bantuan dari negara lain.
Papua Nugini memiliki populasi lebih dari 11,7 juta orang. Dengan sekitar 850 bahasa asli, negara ini merupakan negara yang paling beragam bahasanya di muka bumi, menurut Bank Dunia.
(Susi Susanti)