MALANG - Kondisi angkutan kota (angkot) di Kota Malang memprihatinkan dikeluhkan para sopirnya. Para sopir mengaku bingung akan nasibnya ke depan karena mulai kalah saing dengan moda transportasi daring atau online.
Sulkan, salah satu sopir angkot jalur MM menjelaskan, di angkot trayeknya yang berjumlah 68 armada, hanya tersisa 10-20 yang jalan dan layak beroperasi. Sisanya, para pemilik angkot dan pengemudi memilih mengandangkan angkotnya karena beban operasional yang tak sebanding dengan pendapatan.
"Beli BBM tidak mencukupi. Dulu ada 68 di jalur MM Madyopuro-Mulyorejo, sekarang tinggal jalan 10-20, itu pun enggak penuh penumpangnya kalau jalan, kadang enggak dapat penumpang," ucap Sulkan, usai diskusi dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Malang di Terminal Madyopuro, Kota Malang, pada Rabu (10/7/2024).
Ia dan teman-teman sopir lainnya pun kian keberatan semenjak subsidi bahan bakar minyak (BBM) dicabut oleh pemerintah daerah, dengan alasan sudah tidak pada kondisi darurat Covid-19. Makanya ia berharap subsidi sebesar Rp300 ribu per bulan seperti tahun lalu diberikan pemerintah.
"Ada subsidi gitu enak, kemarin dapat Rp300 (ribu) per bulan untuk subsidi BBM, ini sekarang enggak ada, kalau jalan sulit tidak ada penumpang, (sopir angkot) banyak yang pindah ke proyek. Angkot adalah mitranya pemerintah, itu usulan saya, silakan dipikirkan ke depannya, mohon ada subsidi lagi inginnya," jelasnya.
Merebaknya transportasi online juga dinilai sopir angkot jurusan GA bernama Fredi, menjadi merosotnya pendapatan sopir angkot. Apalagi regulasi transportasi online sudah dilegalkan oleh pemerintah pusat, melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
"Ojol dan taksi online ini mengurangi pendapatan kita. Ini kan kesalahan siapa ya kurang tahu. Dari pusat juga, pemerintah sendiri yang membuat regulasinya. Kami sehari dapat Rp50 ribu saja sudah syukur, kadang malah minus," ucap Fredi.
Bus sekolah Halokes yang dicanangkan Pemerintah Kota (Pemkot) Malang juga disoroti oleh sopir angkot. Pasalnya bus ini juga berpengaruh membuat sopir angkot kehilangan pemasukan. Sebab banyak dari anak-anak sekolah memilih menaiki bus sekolah Halokes, daripada angkot.
"Dari dulu gratis mengurangi juga, saya contohkan ada anak-anak sekolah di depan Samsat itu pernah keleleran menunggu, padahal di situ ada angkot tapi nggak mau naik, nunggu bus Halokes, karena memang gratis, cuma kan itu bagi kami anak sekolah prospek tambahan juga," terangnya.
Di sisi lain, banyaknya angkot yang tak layak jalan disebabkan sopir dan pemilik angkot yang tidak mengurus uji KIR. Hal ini disebabkan uji KIR yang dilakukan masih ditarik biaya, sehingga membuat sopir angkot meminta untuk digratiskan dalam uji KIR.
"Kami juga minta untuk subsidi BBM, program barcode subsidi BBM dipermudah untuk anggota sopir, kami bisa mendapat subsidi sepenuhnya. Kami juga minta KIR gratis," ungkap Bambang Kurniawan, sopir angkot jurusan AG Arjosari - Gadang.
Keluhan sopir-sopir ini pun ditanggapi oleh Pj Wali Kota Malang Wahyu Hidayat. Menurutnya, perlu adanya perbaikan dan peremajaan transportasi publik angkot - angkot yang ada di Malang. Makanya program By The Service (BTS) angkot ber-AC dan berakses WiFi dicanangkan Pemkot Malang.
"Sekarang bagaimana kita bisa membantu njenengan semua bersaing dengan online, dengan memberikan kenyamanan dan keamanan bagi masyarakat penggunanya," kata Wahyu Hidayat.
(Angkasa Yudhistira)