SOEKARNO dikenal sebagai kutu buku. Sejak muda, ia sangat gemar membaca dan mengoleksi banyak buku. Karena suka membaca, wawasan Bung Karno sangat luas dan itu melahirkan sikap kritis terhadap kolonialisme. Ia tak mau jadi budak penjajah, sehingga nekat bergerilya memimpin perjuangan dengan nyawa jadi taruhan.
Setelah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 dan jadi Presiden pertama, Soekarno selalu mengajak generasi muda untuk rajin-rajin membaca untuk membentuk bangsa yang cerdas.
Bung Karno sering melantangkan nasihat akan pentingnya membaca. Enggak harus baca buku. Membaca majalah atau surat kabar pun faedahnya tetap sama, yakni sebagai jendela dunia.
BACA JUGA:
Bung Karno tidak sekadar kasih nasihat, kasih wejangan. Bung Karno pribadi yang teaching by example alias mengajarkan, menasihatkan lewat keteladanan.
Seperti saat Presiden Soekarno berpidato di hadapan para wartawan di Istana Bogor, 25 November 1965. Presiden Soekarno bukan bermaksud pamer, melainkan sebagai contoh bahwa dia punya buku serta literatur lain yang tak terhingga jumlahnya, hingga menyesaki kamar tidurnya.
Berikut potongan nasihat Bung Karno tentang pentingnya membaca bagi rakyat Indonesia dalam pidatonya di Istana Bogor, 25 November 1965, sebagaimana yang terangkum dalam buku ‘Revolusi Belum Selesai: Kumpulan Pidato Presiden Soekarno 30 September 1965 – Pelengkap Nawaksara’:
“...Saya ini boleh dikatakan sebagian daripada hidup saya itu pekerjaan cuma membaca, membaca, membaca, membaca, membaca. Sebab, membaca menambah pengetahuan kita. membuat kita manusia kultur yang tinggi nilainya.
BACA JUGA:
"Apakah Saudara-saudara pernah membaca Thomas Carlyle di dalam ia punya kitab ‘Heroes and Hero Worship’? Di situ Carlyle berkata: ‘Books are the university of our days’...Jadi meskipun umpamanya bukan keluaran universitas, jangan kecil hati. Bacalah buku, bacalah buku, bacalah buku sebanyak mungkin untuk upgrade Saudara punya diri.
"Coba ngelongok dalam saya punya kamar tidur. Penuh dengan buku dan majalah. Sampai saya kadang-kadang, bagaimana saya mesti meringkuk di dalam? Bukan buku dan majalah itu di lemari, di tempat tidur saya. Saya tidur di antara buku dan di antara majalah-majalah."
"Saya anggap penting selalu membaca kapanpun saya telah katakan mempunyai, mengetahui ilmu pengetahuan sedikit-sedikit, meskipun saya telah diberi gelar Doctor Honoris Causa 27 kali oleh universitas-universitas. Membaca, belajar itu tidak ada batas usia. Meskipun kita telah jambul wanen, sudah tua, belajar dan membaca selalu bermanfaat,”
(Salman Mardira)