JAKARTA - Calon Gubernur DKI Jakarta nomor urut 1, Ridwan Kamil mengungkapkan bahwa pemimpin punya tugas sebagai pengambil keputusan dan pemberi rasa harapan (sense of hope) kepada warganya. Meski begitu, dalam menjalankan keputusan seorang pemimpin butuh kolaborasi dari semua pihak agar realisasinya bisa maksimal.
"Pemimpin itu tidak bisa melakukan semuanya. Kalau pemimpinnya kurang berilmu, nanti butuh dibantu oleh masyarakat, " ujarnya membuka jawaban atas sebuah pertanyaan seorang peserta dalam diskusi bertajuk "Menantang Cagub Jakarta Selesaikan Polusi Udara", di Norae Coffee And Eatery, Tebet, Jakarta Selatan, dikutip Jumat (15/11/2024).
Kurang lebih, pertanyaan itu berbunyi; jika terpilih sebagai Gubernur Jakarta, beranikah Ridwan Kamil menargetkan kualitas udara di Jakarta sesuai standar WHO?
Untuk diketahui, parameter pencemaran udara di Jakarta berada di atas 60 µg/m2. Sementara standar WHO tiga kali lebih rendah dari itu atau 20µg/m2. "Saya berani, asal dibersamai," jawab Ridwan Kamil.
Pria yang akrab dipanggil Kang Emil ini bilang jika dipercaya menjadi orang nomor satu di Jakarta, dirinya akan berdiskusi dengan NGO dan pihak-pihak yang berkepentingan untuk membuat kualitas udara di Jakarta menjadi lebih baik. "Konsep kami itu kan DKI, Desentralisasi, Kolaborasi, dan Inovasi. Saya butuh kolaborasi dari berbagai pihak termasuk civil society untuk merealisasikan ide-ide saya dalam mengurangi polusi, " ujarnya.
Mantan Gubernur Jakarta ini lantas memaparkan 12 langkah atau kebijakan untuk mengatasi persoalan polusi jika dirinya dipercaya memimpin Jakarta.
Pertama, membereskan tata ruang dengan menghadirkan live work play 1 zona. "Kami ingin menghadirkan budaya baru, bagaimana warga tetap produktif namun minim mobilitas. Pola pikirnya harus baru, untuk produktif tidak lagi harus banyak mobilitas. Makanya, saya ingin memperbanyak zona perkantoran di banyak tempat di Jakarta," papar dia.
Kedua, menata transportasi atau memperluas transportasi publik. Ke depan, operasional TransJakarta akan diperluas sampai daerah aglomerasi seperti Bogor, Bekasi, dan Tangerang. Sebab, data menyebutkan ada sekitar 2 juta warga yang lalu lalang di Jakarta untuk mencari nafkah.
Ketiga, membuat kebijakan terkait kendaraan listrik. Keempat, melakukan penataan waktu bekerja. Antara lain dengan menghadirkan kebijakan bekerja dari rumah (work from home policy).