Selama masa jabatan pertamanya, Trump berulang kali menyatakan niatnya untuk membeli Greenland, dengan menyebut kemungkinan pembelian itu sebagai "transaksi real estat besar."
Ketertarikannya yang baru itu telah mendapat penolakan tegas dari pejabat Greenland dan Denmark.
"Greenland adalah milik kita. Kita tidak untuk dijual dan tidak akan pernah dijual," kata Egede pada Desember. Demikian pula, Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen menolak usulan itu, dengan menekankan bahwa Greenland tidak dipasarkan.
Tak lama setelah posting Trump, Denmark mengumumkan rencana untuk memperkuat kehadiran militernya di kawasan itu dan di Greenland.
Menteri Pertahanan Troels Lund Poulsen mengungkapkan paket pertahanan yang melebihi USD1,5 miliar yang ditujukan untuk meningkatkan pengawasan dan keamanan di wilayah tersebut. Inisiatif ini mencakup pengerahan kapal patroli, pesawat nirawak jarak jauh, dan personel tambahan ke Komando Arktik.
“Kami belum cukup berinvestasi di Arktik selama bertahun-tahun; sekarang kami berencana untuk memperkuat kehadiran kami,” kata Poulsen, menyebut waktu pengumuman tersebut sebagai “ironi takdir.”
Pentingnya Greenland secara strategis telah berkembang karena sumber daya alamnya yang melimpah, seperti mineral tanah langka, dan lokasinya yang strategis di Kutub Utara, yang semakin mudah diakses karena perubahan iklim. Potensi Kutub Utara untuk ekstraksi sumber daya dan rute pelayaran baru telah menarik minat global, khususnya dari Rusia, China, dan Amerika Serikat.
Pemilihan umum legislatif mendatang di Greenland, yang dijadwalkan sebelum 6 April 2025, diharapkan akan memainkan peran penting dalam menentukan arah masa depan pulau tersebut.
“Langkah-langkah besar perlu diambil… Periode pemilihan umum mendatang harus, bersama dengan warga negara, menciptakan langkah-langkah baru ini,” kata Egede.
(Rahman Asmardika)