Surat itu berisi ajakan damai yang disampaikan lewat utusan yang bergelar pangeran, yaitu Pangeran Ronodiningrat. Utusan diterima oleh Pangeran Suryenglogo. Setelah surat itu dibicarakan dengan Mangkubumi dan Kiai Mojo, Diponegoro menolak. Surat balasan disusun oleh Pangeran Joyokusumo dan Pangeran Suryenglogo, tegasnya Diponegoro menolak diajak berdamai.
Jenderal de Kock kemudian memerintahkan pasukan Kolone II menyerbu Selarong. Desa ini telah kosong. Pasukan Diponegoro berpencar ke berbagai arah. Menurut memoarnya, Diponegoro yang dikawal oleh pasukan Bulkiyo dan Mandung bergerak ke arah barat menyeberangi Sungai Progo sampai di Desa Jekso (Dekso).
Desa ini terletak di dekat pertemuan Sungai Duwet dan Progo, yang rupanya telah dipersiapkan sebagai markas komando cadangan menggantikan Selarong. Dari desa ini Diponegoro mengendalikan jalannya peperangan.
(Awaludin)