Kubu Hasto Persoalkan Pemutaran Rekaman Percakapan Riezky dan Saeful di Sidang

Nur Khabibi, Jurnalis
Rabu 07 Mei 2025 19:29 WIB
Sidang lanjutan Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta (Foto: Nur Khabibi/Okezone)
Share :

JAKARTA - Sidang lanjutan kasus dugaan suap dengan terdakwa Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto digelar hari ini, Rabu 7 Mei 2025. Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutar rekaman percakapan antara saksi Riezky Aprilia dan Saeful Bahri di persidangan.

Isi rekaman tersebut terkait percakapan yang meminta Riezky Aprilia untuk mundur dari pencalonannya sebagai anggota legislatif Daerah Pemilihan (Dapil 1) Sumatera Selatan (Sumsel). Percakapan antara Riezky dan Saeful terjadi di Singapura pada 25 September 2019.

Kuasa hukum Hasto, Alvon Kurnia mempersoalkan legalitas rekaman percakapan yang diputar di persidangan kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR. Alvon menyebut bahwa rekaman tersebut bersifat ilegal karena diduga dilakukan tanpa seizin pihak yang direkam.

"Apakah orang yang direkam ketika itu memberikan persetujuan atau tidak walaupun pada saat ini dikatakan sudah memiliki alat bukti," ujar Alvon dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (7/5/2025).

Menurut Alvon, pemutaran rekaman percakapan tersebut tidak hanya terkait dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) melainkan juga harus selaras dengan peraturan perundang-undangan. 

"Saya yakin bahwa pada saat ini kita menyidangkan ini berdasarkan UU. Kalau misalnya tidak, (persidangan) ini sudah melanggar UU juga," tambahnya. 

 

Ia juga menekankan bahwa legalitas alat bukti harus diuji sesuai ketentuan hukum, bukan sekadar karena telah disita oleh penuntut umum. 

"Tetap, rekaman ini ilegal. Ini kan berdasarkan UU. Kalau ini dibolehkan, pertanyaannya seluruh aktivitas kita, termasuk CCTV, yang tidak kita setujui jadi dibolehkan. Mohon pertimbangannya Majelis Hakim," tambahnya.

Menanggapi hal itu, JPU menyatakan bahwa rekaman tersebut merupakan inisiatif dari saksi sendiri untuk menguatkan keterangannya. Setelah diserahkan kepada JPU, rekaman itu kemudian disita secara sah sebagai bagian dari alat bukti.

“Rekaman ini digunakan untuk menguatkan keterangan yang bersangkutan. Bukan kami yang merekam, tetapi saksi sendiri,” jelas JPU.

Ketua majelis hakim, Rios Rahmanto lantas menyatakan bahwa keberatan dari penasihat hukum akan dicatat dan dipertimbangkan dalam proses penilaian akhir. Ia menegaskan, seluruh pihak diberikan ruang untuk menyampaikan bukti masing-masing, dan sah atau tidaknya suatu alat bukti akan diputuskan dalam pertimbangan majelis.

“Kalau menurut penasihat hukum rekaman ini tidak sah, silakan disampaikan dalam pledoi. Kami akan mempertimbangkan,” ujarnya.

Dalam perkara dugaan suap, Hasto didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah; mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri; dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan pada rentang waktu 2019-2020.

 

Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) Calon Legislatif Terpilih Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama Anggota DPR periode 2019—2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

Selain itu, Hasto turut didakwa menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh KPK terhadap Wahyu Setiawan.

Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.

Dengan demikian, Hasto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

(Arief Setyadi )

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya