JAKARTA - Tiga orang wanita dugaan kasus malapraktik di sebuah klinik kawasan Jakarta Timur, NH (31), NHC (27), dan UN (29) menceritakan tentang peristiwa yang dialaminya itu. Tak hanya membuat hidungnya menjadi cacat, pihak klinik justru menyuruhnya untuk mengelem sendiri jahitan operasi yang terbuka.
"Kan sudah dilaporkan (protes) masalah jahitan yang terbuka (contohnya). Anehnya, kliniknya menyatakan begini, ya sudah, dilem saja (sendiri)," ujar salah satu korban, NH pada wartawan di SPKT Polda Metro Jaya, Rabu (14/5/2025).
Menurutnya, dia menjalani operasi hidung di klinik DBC tersebut pasca dia melihat promosi dan testimoni yang diunggah oleh salah seorang selebgram. Dia yang tertarik lantas menuju ke Jakarta dari Samarinda.
Dia menerangkan, pasca dilakukan tindakan operasi pada bagian hidungnya di klinik kecantikan tersebut, dia malah mengalami pendarahan pada hidungnya selama tujuh hari berturut-turut. Dia lalu menanyakan hal itu ke perawat klinik, tapi jawaban yang diterimanya malah hal itu berkaitan proses pemulihan, yang mana prosesnya bergantung daya tahan tubuh masing-masing pasien.
"Katanya ada yang cepat, ada yang lambat, ketika dijawab seperti itu, saya pikir, oh mungkin daya tahan tubuh saya tidak seperti orang-orang pada umumnya," tuturnya.
Hanya saja, kata dia, seiring waktu lukanya bukan membaik, justru semakin parah. Dia pun sempat kembali ke Jakarta untuk dilakukan tindakan kedua, hanya saja kondisinya tak kunjung membaik, yang mana dia lantas diberikan tindakan lagi, membuat dia harus bertahan di Jakarta selama sebulan lebih dengan hasil tak kunjung membaik.
Dia mengungkap, orangtuanya yang merasa khawatir menyarankan dia berkonsultasi dengan dokter bedah plastik lain di Samarinda. Dari situlah, dia akhirnya sadar jika dia menjadi korban dugaan malapraktik klinik DBC itu.
"Jadi, saya kontak tiga dokter bedah plastik di Samarinda. Mereka menyatakan, saya harus lepas implannya karena dalam kondisi infeksi. Jahitannya (yang sebabkan pendarahan) itu tidak tertutup, akhirnya infeksi," paparnya.
Sementara itu, Pengacara korban, Andreas Hari Susanto Marbun menerangkan, pihaknya telah melayangkan somasi pada April 2025 ke pihak klinik agar persoalan tersebut bisa diselesaikan dengan baik. Namun, tak ada itikad baik dari pihak klinik hingga akhirnya diputuskan melapor ke polisi, yang mana laporannya diterima dengan nomor LP/B/3196/V/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA tertanggal 14 Mei 2025.
"Selain kerugian materiil yang sudah dikeluarkan, tentunya ada cacat fisik yang dialami, itu pastinya seumur hidup. Paling tidak, harus dengan operasi yang baik (agar kembali normal)," paparnya.
Akibat dugaan malapraktik tersebut, tambahnya, kliennya mengalami kerugian secara materiil, kesehatan, hingga psikologisnya, yang mana kliennya merasa trauma. Secara psikis dan mental, korban merasa malu dengan kondisi hidung yang rusak atau mengalami cacat fisik itu.
"Ada dugaan lain terkait masalah perizinan dari klinik, termasuk legalitas dari dokter yang menangani. Kita pertanyakan ke pihak klinik soal itu, mereka menutupi, justru menjadi pertanyaan publik, bagaimana status dari klinik maupun dokter yang menangani," katanya.
(Khafid Mardiyansyah)