Ia juga meminta agar korban mendapatkan perlindungan maksimal dari potensi intimidasi maupun tekanan selama proses hukum berlangsung.
"Pastikan seluruh alat bukti dan kesaksian dikelola secara profesional, dengan pendekatan yang berpihak pada korban," tambahnya.
Gilang mendorong pihak kepolisian untuk menggunakan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dalam penanganan perkara ini. Menurutnya, posisi pelaku sebagai pihak yang memiliki relasi kuasa terhadap korban harus menjadi faktor pemberat dalam proses hukum.
UU TPKS sendiri mengatur bahwa pejabat publik yang melakukan kekerasan seksual dapat dijatuhi hukuman penjara hingga 12 tahun dan denda hingga Rp 300 juta, sebagaimana tercantum dalam Pasal 11.
"Jika terbukti, pelaku pantas menerima hukuman maksimal serta pencabutan hak sosial untuk berkiprah di dunia akademik maupun publik," tegasnya lagi.