JAKARTA – Meta Ayu Puspitantri, istri Arya Daru Pangayunan, diplomat muda Kemenlu yang ditemukan tewas terlilit lakban di kamar kosnya, muncul ke publik dan menceritakan kenangan bersama sang suami.
Meta Ayu mengatakan, dirinya sudah mengenal Arya Daru sejak usia 10 tahun. Perkenalan itu berlanjut hingga keduanya menikah dan memiliki anak.
“Kenangan kami bukan hanya saat berpacaran atau menikah sekitar dua tahun, tapi sudah dimulai sejak kecil. Saat SD kelas 5, saya menjadi murid baru di SD Serayu 2, dan Mas Arya Daru ada di sana. Kami pun bersahabat,” ujarnya.
Selama sekolah dasar, keduanya sering bermain bersama, terutama bersepeda.
“Lalu saat SMP, karena sekolahnya tidak terlalu jauh, Mas Daru sering menjemput saya untuk naik bis bersama hingga depan rumah saya, kemudian ia melanjutkan naik bis ke rumahnya,” ungkapnya.
“Hal itu terus berlanjut sampai SMA. Dari belum bisa naik motor, hingga akhirnya naik motor dan mobil, dari wajah yang belum jerawatan hingga berjerawat, dari kurus hingga gemuk, itulah kehidupan kami,” tambah Meta Ayu.
Sebagai informasi, polisi menyimpulkan tidak ada keterlibatan pihak lain dalam kematian Arya. Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Metro Jaya, Kombes Pol Wira Satya Triputra, mengungkapkan bahwa Arya ternyata telah memiliki keinginan untuk mengakhiri hidupnya sejak lama, tepatnya sejak tahun 2013.
Fakta ini terungkap dari hasil pemeriksaan digital forensik terhadap perangkat elektronik milik Arya.
“Ditemukan riwayat komunikasi antara pemilik akun email dxxx_cxxx@yahoo.com (milik ADP) dengan akun jo@sxxx.org. Dari hasil tersebut diketahui bahwa sejak 2013 ADP sudah memiliki keinginan bunuh diri, dan pada tahun 2021 keinginannya semakin kuat,” kata Wira dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Selasa (29/7/2025).
Wira menjelaskan bahwa akun yang dihubungi Arya merupakan milik Samaritans, lembaga amal di Inggris dan Irlandia yang menyediakan layanan dukungan emosional secara rahasia kepada orang-orang yang mengalami tekanan psikologis, keputusasaan, dan pemikiran untuk bunuh diri.
“Dari seluruh data digital yang diperoleh dari barang bukti elektronik, tidak ditemukan informasi maupun dokumen yang mengandung ancaman fisik, psikis, atau kekerasan dari pihak lain,” jelas Wira.
(Awaludin)