JAKARTA – Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI mengungkapkan, bahwa jumlah warga negara Indonesia (WNI) yang terlibat dalam kasus penipuan daring (online scam) terus meningkat dari tahun ke tahun. Sejak 2020 hingga kini, lebih dari 10.000 WNI tercatat terjerat jaringan kejahatan tersebut di 10 negara, termasuk Kamboja.
“Sejak tahun 2020 hingga saat ini, total lebih dari 10.000 kasus online scam terjadi. Awalnya hanya di Kamboja, namun kini telah menyebar ke sembilan negara lain. Total ada 10 negara yang kami catat memiliki kasus WNI yang terlibat online scam,” ungkap Direktur Perlindungan WNI Kemlu, Judha Nugraha, Senin (20/10/2025).
Judha menegaskan, pemerintah terus berupaya memberikan perlindungan dan memulangkan WNI yang menjadi korban, sekaligus memperkuat langkah pencegahan agar kasus serupa tidak terus berulang.
“Tentunya menjadi tanggung jawab negara untuk melakukan perlindungan, memastikan keselamatan warga negara kita, dan kemudian memulangkan mereka. Namun, yang paling utama juga adalah melakukan langkah pencegahan. Sesuai dengan UU Nomor 18 Tahun 2017, di situ terdapat pasal yang mengatur bahwa pekerja migran dilarang bekerja di bidang-bidang yang dilarang oleh undang-undang. Nah, ini yang perlu dipahami bersama,” kata Judha.
Ia menambahkan, dari ribuan kasus tersebut, tidak semua WNI tergolong korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Sebagian diketahui secara sukarela bekerja sebagai scammer di luar negeri.
“Tidak semuanya adalah korban TPPO. Ada WNI yang secara sadar menerima tawaran pekerjaan sebagai scammer di luar negeri karena tergiur gaji tinggi. Padahal, hal tersebut dilarang oleh undang-undang. Apalagi korban penipuan yang mereka lakukan adalah sesama warga Indonesia,” jelasnya.
Menurut Judha, WNI yang terbukti menjadi pelaku penipuan bisa dijerat hukum Indonesia. Namun, proses hukum baru dapat dilakukan setelah status korban atau pelaku ditentukan secara jelas.
“Harusnya bisa (WNI pelaku online scam dijerat hukum Indonesia). Tapi kita harus bedakan mana yang benar-benar korban TPPO dan mana yang bukan. Kalau yang bukan, dan ternyata secara sukarela melakukan penipuan, maka akan dilakukan penegakan hukum sebagaimana mestinya,” ujarnya.
Kemlu, lanjut Judha, terus berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk menindak WNI yang menjadi pelaku online scam, sekaligus memastikan penanganan terhadap korban dilakukan secara manusiawi.
Ia mencontohkan, dalam kasus pemulangan 599 WNI dari Myanmar, aparat berhasil mengungkap adanya perekrut antar-WNI dalam jaringan penipuan daring tersebut.
“Pada saat pemulangan dan penampungan di Asrama Haji, kami lakukan pendalaman kasus per kasus untuk menentukan siapa korban. Dari hasil penyelidikan polisi, ditemukan beberapa tersangka perekrut yang ditunjuk langsung oleh sesama WNI,” ungkapnya.
Menurutnya, hal tersebut menjadi bukti bahwa negara hadir tidak hanya untuk melindungi, tetapi juga menegakkan hukum.
“Itu bukti bahwa negara harus hadir, baik dalam perlindungan WNI maupun dalam penegakan hukum,” pungkas Judha.
(Awaludin)