CARACAS – Pemerintah Venezuela sedang mengerahkan tentara dan persenjataan jika terjadi serangan udara atau darat oleh Amerika Serikat (AS). Tentara Venezuela juga menyiapkan peralatan buatan Rusia yang telah berusia puluhan tahun dan berencana melancarkan perlawanan gaya gerilya atau menabur kekacauan.
Hal ini didasarkan pada sumber-sumber yang mengetahui upaya tersebut dan dokumen perencanaan seperti dilansir Reuters, Rabu (12/11/2025). Pendekatan ini merupakan pengakuan tersirat atas kurangnya personel dan peralatan di negara Amerika Selatan tersebut.
Presiden AS Donald Trump sebelumnya pernah mengisyaratkan kemungkinan operasi darat di Venezuela. Operasi darat akan menyusul setelah beberapa serangan terhadap dugaan kapal penyelundup narkoba di Karibia dan peningkatan besar-besaran militer AS di wilayah tersebut.
Presiden Venezuela Nicolas Maduro, yang menjabat sejak 2013, mengatakan Trump berusaha untuk menggulingkannya. Warga Venezuela serta militer akan melawan setiap upaya tersebut.
Enam sumber yang akrab dengan kemampuan militer Venezuela mengatakan militer AS jauh lebih unggul. Apalagi militer Venzuela lebih lemah karena kurangnya pelatihan, gaji rendah, dan peralatan yang buruk.
Beberapa komandan unit terpaksa bernegosiasi dengan produsen makanan lokal untuk memberi makan pasukan mereka. Sejauh ini, pasokan makanan dari pemerintah tidak mencukupi.
Realitas tersebut telah mendorong pemerintahan Maduro untuk bertaruh pada dua potensi strategi, termasuk respons gaya gerilya yang telah disebut secara publik.
Pertahanan gaya gerilya, yang disebut pemerintah Venezuela sebagai "perlawanan berkepanjangan". Disebutkan dalam siaran di televisi pemerintah, akan melibatkan unit-unit militer kecil di lebih dari 280 lokasi untuk melakukan sabotase dan taktik gerilya lainnya.
Strategi kedua, yang disebut anarkisasi, akan menggunakan layanan intelijen dan pendukung partai berkuasa yang bersenjata untuk menciptakan kekacauan di jalan-jalan ibu kota Caracas. Tujuannya agar Venezuela tidak dapat diperintah pasukan asing.
Sumber-sumber mengakui bahwa strategi perlawanan apa pun menghadapi peluang keberhasilan yang tipis. "Kami tidak akan bertahan dua jam dalam perang konvensional," kata salah satu sumber yang dekat dengan pemerintah.
(Fetra Hariandja)