Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Dari Tepi Barat ke Surabaya

Hanna Meinita , Jurnalis-Selasa, 08 Juni 2010 |17:46 WIB
Dari Tepi Barat ke Surabaya
foto: dok. ITS
A
A
A

JAKARTA - Konflik yang terjadi antara Palestina dengan Israel tidak menyurutkan semangat seorang mahasiswa Palestina Nidal A M Jabari menimba ilmu di Indonesia. Nidal sedang mengambil gelar doktor (S3) di Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya (ITS).

Nidal adalah Ketua Jurusan Computer Science di Palestine Technical College di Kota Hebron, Tepi Barat. Selain itu, ia juga mengajar di Al Quds Open University yang berada di Kota Hebron. Demikian dikutip dari website ITS, Selasa (8/6/2010).

Nidal bercerita, rakyat Palestina tidak bisa merasakan kehidupan tenang. Meski Nidal berasal dari Tepi Barat, kawasan yang relatif sepi dari konflik, namun kecemasan terus menghantuinya. Setiap hari, ia harus mengganti rute perjalanan menuju tempat mengajar. Sewaktu-waktu, tentara Israel siap menghadang perjalanannya.

Ada satu ritual yang harus dilakukan Nidal sebelum berangkat kerja, yaitu mengambil air wudhu. "Karena saya tak tahu apa saya bisa kembali setelah pulang mengajar,” ujar ayah dari empat orang anak ini lirih.

Nidal bercerita soal keluarga, studi hingga pendapatnya soal perdamaian di Negeri Palestina. 
Baru-baru ini, Nidal baru pulang dari negaranya. "Ada tiga alasan mengapa saya kembali ke Palestina,” terang Nidal. Pertama, masalah yang dihadapi keluarganya. Rumah yang dihuni istri dan empat anaknya sering dihujani batu dan diserang senjata tajam oleh pendatang Israel. Untuk melindungi keluarganya, ia membangun sebuah tembok yang mengelilingi rumah.

Selain itu, keluarga Nidal juga sedang mengalami masalah finansial. Ia mengaku kesulitan mencari pinjaman untuk keluarganya. Dan yang terakhir, berkaitan dengan urusan studi. Kepulangannya ke Palestina untuk mencari data bagi tesisnya dari univeritas terbuka tempatnya mengajar.

Ketika menuntut ilmu di Italia, Nidal sering bepergian ke berbagai negara. Nidal pertama kali berkenalan dengan orang Indonesia dalam perjalanan tersebut. Dari teman-temannya inilah, Nidal mendapatkan beasiswa studi S3 di ITS. Tahun ini merupakan semester pertama Nidal menempuh kuliah di ITS.

Setiap harinya, Nidal banyak menghabiskan waktu di laboratorium Teknik Elektro ITS. Di laboratorium berpendingin udara ini Nidal mengerjakan tesis berjudul Agent-Based Adaptive Discussion Room (ABADR) untuk mencari solusi atas problem yang dihadapi para dosen dan mahasiswa dari universitas terbuka (pembelajaran tingkat universitas berbasis e-learning). Tujuannya, agar proses belajar di dunia maya lebih dinamis melalui intelligents agents.

Selain urusan studi, ada alasan khusus mengapa Nidal menghabiskan banyak waktu di laboratorium ketimbang kamar asramanya. “Panas,” ujarnya sambil tertawa. Meski iklim Indonesia terasa panas buat Nidal, ia menyukai keramahan orang Indonesia. Hal ini tidak ditemuinya saat berkunjung ke negara lain.

Harapan besar Nidal untuk studinya bertentangan dengan harapannya akan perdamaian di Palestina. Ia pesimistis negosiasi bisa menghentikan konflik Palestina-Israel yang sudah berlangsung puluhan tahun. “Perang ini sudah menjadi bagian hidup kami. Saya pikir tak akan berhenti bila salah satu pihak mengalahkan pihak yang lain,” ujarnya menutup pembicaraan.

(Rani Hardjanti)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement