JAKARTA - Aku tukang pos rajin sekali. Surat kubawa naik sepeda siapa saja aku layani
tidak kupilih miskin dan kaya. Kring … kring … pos!...” Masih ingatkah lirik lagu "Tukang Pos", yang “terkenal” saat masih duduk di bangku Taman Kanak-Kanak?
Lagu ini semakin mudah terngiang mengingat jumlah Pak Pos yang berkeliling di sekitar kita pada masa lalu, masih banyak. Namun seiring dengan kemajuan teknologi, profesi pengantar surat sudah tidak lagi menggunakan sepeda, melainkan sepeda motor. Alasannya, mempercepat waktu tempuh.
“Sepeda motorisasi tahun 2000 sudah mulai, lebih cepat dan efisien,” kata Humas dan Protokoler Divisi Regional IV Jabodetabek dan Banten Atjep Djuanda saat berbincang dengan okezone, belum lama ini.
Ini adalah salah satu strategi untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. “Bagi pengantar reguler dan ekspres di daerah pasti ada beberapa yang masih menggunakan sepeda, karena mungkin daerahnya tidak macet. "Tapi kalau di Jabodetabek dan Banten tidak ada, 99 persen pakai motor. Status kita Persero BUMN. Kita harus berjuang seperti orang bisnis saja,” imbuhnya.
Tapi itu bukan harga mati, lanjutnya. Mungkin saja suatu saat nanti dapat balik lagi ke sepeda. “Apalagi kampanye penghijauan lingkungan sekarang tengah digalakan akibat tingginya polusi. Muncullah gerakan go green. "Kita fleksibel saja,” akunya.
Lebih lanjut Atjep juga menambahkan jam kerja pegawai pengantar surat pos dibagi menjadi dua shift, yakni pukul 08.00-15.00 WIB, dan pukul 15.00-21.00 WIB. “Kalau ditanya sepeda jadi ciri khas pos, ya memang sudah melekat bahwa tukang pos pakai sepeda. Tapi bagaimana juga efisiensi dan menyelaraskan dengan perkembangan zaman jadi tuntutan tersendiri,” pungkasnya.
"Kriiiing... Kriiing... Kring... Pos... Pos... Pos." Yah, kini suara nyaring yang khas itu hanya tinggal kenangan.
Padahal, dulu sarana pengantar kiriman pos ke alamat-alamat tujuan di seluruh penjuru dunia sangat mengandalakan sepeda. Di Tanah Air pun kendaraan yang ramah lingkungan dan ekonomis ini menjadi bagian penting dalam mengantarkan kiriman pos kala itu.
Sepeda menjadi teman setia yang menyertai pak pos berkeliling membelah jalan menuju tujuan. Sayang, entah ada di mana sepeda itu sekarang. Mungkin kita hanya bisa menyaksikan monumen patung pengantar pos bersepeda teronggok di Halaman Gedung Pos Ibu Kota Jakarta. (lsi)
(Dadan Muhammad Ramdan)