CIAMIS - Ratusan kepala desa (Kades) di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, mengeluh sudah tiga bulan mereka tidak menerima honor.
Ketua Asosiasi Pamong Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Ciamis, Ahmad Hidayat, menjelaskan, salah satu penghasilan atau honor kepala desa bersumber dari tanah bengkok. Namun, sepanjang musim kemarau tanah bengkok dilanda kekeringan sehingga tidak produktif.
“Kalau tidak ada hasil dari tanah bengkok, sama saja tidak terima honor,” kata Hidayat.
Menurut dia, untuk memenuhi kebutuhan para kades hanya mengandalkan tunjangan penghasilan aparat dan perangkat desa yang nilainya sangat kecil. Dalam sebulan hanya menerima Rp1 juta untuk kepala desa dan Rp500 ribu untuk perangkat desa. “Jelas, kalau untuk memenuhi kebutuhan rumah, tidak akan mencukupi,” cetus Hidayat.
Jumlah kades yang bergantung dari tanah bengkok di Ciamis Utara saja mencapai 150 orang, sementara di Ciamis Selatan mayoritas mengandalkan pancen (iuran hasil panen masyarakat).
“Tapi, yang mengandalkan pancen jauh lebih parah karena sama sekali tidak menghasilkan. Sementara yang memiliki bengkok, meski sawahnya tidak menghasilkan, namun sawahnya bisa disewakan atau digadaikan lebih dulu,” terangnya.
Tanah terpaksa disewakan atau digadaikan karena para kades mengalami kondisi dilematis. “Lahan bengkok untuk setiap kepala desa dan perangkatnya berbeda-beda tergantung kekayaan daerah. Desa yang bagus bengkoknya bisa mencapai 10 hektare, Bagi yang sedikit, lebih parah, sudah tiap panen hasilnya sedikit, sekarang ditambah kondisi kekeringan,” sebut Hidayat.
Hidayat berharap, Pemkab Ciamis bisa menyalurkan bantuan stimulan bagi kades dan perangkatnya akibat dampak kekeringan yang sudah ditetapkan menjadi bencana daerah.
“Untuk meringankan beban kepala desa pemerintah bisa mencairkan bantuan dari dana tak tersangka, sehingga kepala desa tidak dipusingkan dengan sawah bengkok yang tidak menghasilkan,” bebernya.
(Anton Suhartono)