PENYADAPAN mengundang banyak perhatian sepanjang 2013. Namun diperkirakan isu bocornya dokumen penyadapan yang berasal dari dinas intelijen Amerika Serikat (AS) masih akan terus muncul. Selain hubungan Indonesia dan Australia pascapenyadapan juga patut menjadi perhatian.
Diperkirakan pembocor dokumen intelijen National Security Agency (NSA), Edward Snowden, masih akan terus "bernyanyi" lewat dokumen yang dimiliki. Masa depan Snowden yang mendekati akhir batas suaka yang diberikan oleh Rusia, akan menjadi penentu dari penguakan data intelijen ini.
Usulan amnesti untuk Snowden bahkan mulai dilontarkan. Usul ini dimunculkan pertama kali oleh Penasihat Kepresidenan AS, Rick Ledgett. Dalam usulan tersebut, Snowden akan diampuni jika dia mau menghentikan aksinya dan memberitahu Pemerintah AS dokumen apa saja yang sudah dia curi.
Snowden diduga memegang 50 ribu hingga 200 ribu dokumen rahasia intelijen AS. Sementara jumlah dokumen yang dibocorkan baru 500 buah.
Snowden disebut menjaga dokumen rahasia yang dimilikinya dengan ketat. Dia mengaku tidak membawa dokumen rahasia tersebut dalam suaka. Namun, Direktur NSA Keith Alexander menolak mentah-mentah usulan Ledgett. NSA merupakan lembaga intelijen yang dokumennya dicuri Snowden.
Kini Snowden pun harus berpikir keras untuk mencari negara baru yang bisa memberikan suaka terhadapnya. Brasil digadang-gadang menjadi negara baru yang akan menjadi tempat tinggal Snowden setelah suakanya di Rusia habis. Namun masi ada pro dan kontra di Brasil mengenai penerimaan Snowden.
Mengenai penyadapan yang dilakukan AS terhadap beberapa negara. Patut diperhatikan mengenai penyelidikan atas aksi penyadapan AS yang dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). PBB bertindak setelah dokumen rahasia yang dibocorkan Edward Snowden menunjukkan AS melakukan penyadapan tanpa pandang bulu.
Selain itu Brasil dan Jerman juga terus mempromosikan proposal aturan mengenai penyadapan yang diajukan mereka ke PBB. Indonesia pun turut termasuk dalam negara yang mendukung proposal tersebut.
Sementara menarik melihat hubungan Indonesia dengan Australia setelah rangkaian penyadapan Negeri Kanguru terbongkar melalui dokumen dari Snowden.
Perdana Menteri (PM) Australia Tony Abbott masih terus membela cara kerja intelijen Australia dalam mengumpulkan informasi telefon dan e-mail. Menurutnya pengumpulan informasi metadata telefon dan e-mail tersebut masih dalam aturan hukum Australia.
2014 menjadi tahun yang penting bagi Negeri Kanguru itu. Mereka akan menjadi tuan rumah Pertemuan G20 tahun depan di Brisbane. Abbott pun berjanji tidak akan melakukan penyadapan. Namun dirinya berjanji akan lebih waspada terhadap para pemimpin dunia yang hadir dalam pertemuan. Patut diperhatikan janji yang disebut oleh Abbott.
Masalah lain yang terkait dengan penyadapan ini adalah penanganan imigran gelap menuju Australia. Hingga saat ini kerja sama Australia dengan Indonesia untuk menangani masalah tersebut, dihentikan sementara akibat ulah Australia yang menyadap sambungan telefon Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Agustus 2009 lalu.
Pemerintah Indonesia mengantisipasi agar aksi penyadapan Australia tidak terulang. Pemerintah meminta Australia menyepakati perjanjian yang bersifat mengikat.
Seperti diketahui, Indonesia meminta dibuatnya sebuah "code of conduct" mengenai penyadapan. "Code of conduct" akan mengatur aktifitas intelijen yang berkaitan dengan kedua negara.
Indonesia tidak akan menjalankan kembali kerja sama di bidang intelijen, militer dan penanganan pencari suaka yang dihentikan akibat skandal penyadapan sebelum "code of conduct" dibuat dan dijalankan. Namun hingga saat ini "Code of Conduct" masih belum disepakati oleh Australia.
Mengingat sikap keras Australia, pantas untuk memperhatikan apakah Australia tetap dalam sikap arogannya. Indonesia akan tetap menunggu permintaan maaf Australia dan penjelasan resmi mengenai penyadapan tersebut.
(Fajar Nugraha)