Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement
Periskop 2014

Babak Final Nuklir Iran dan Assad

Wahyu Dwi Anggoro , Jurnalis-Kamis, 02 Januari 2014 |15:17 WIB
Babak Final Nuklir Iran dan Assad
Persiden Suriah, Bashar al Assad. (Foto: Reuters)
A
A
A

2014 akan menjadi masa yang genting bagi kawasan Timur Tengah. Di tahun ini, penyelesaian isu nuklir Iran dan konflik Suriah akan ditentukan. Isu nuklir Iran dan konflik Suriah bisa berubah menjadi perang yang lebih besar. Tetapi di lain pihak, keduanya bisa juga berakhir dengan perdamaian.

Terkait isu nuklir Iran, 2014 menjadi genting karena tuduhan yang dikeluarkan Israel dan Negara Barat. Mereka menuduh Iran pada 2014 sudah akan memiliki senjata nuklir. Israel meneruskan tuduhan dengan ancaman untuk menyerang Iran. 2014 juga menjadi pembuktian perjanjian nuklir yang disepakti Barat dan Iran pada November 2013. Gagalnya perjanjian dijalankan bisa membawa Barat dan Iran semakin dekat ke peperangan.

Seperti diketahui, perjanjian tersebut mencakup komitmen Iran untuk menghentikan sebagian aktivitas nuklirnya. Sebagai imbalan, Barat akan mencabut beberapa sanksi yang mereka berikan kepada Iran.
Perjanjian hanya bersifat sementara dengan jangka waktu enam bulan dan sewaktu-waktu bisa dibatalkan jika salah satu pihak merasa ada pelanggaran.

Menjaga berjalannya perjanjian terbukti bukan hal mudah.Belum sebulan berjalan, Kongres Amerika Serikat (AS) mengancam akan memperluas sanksi Iran. Pihak Kongres merasa tidak bertanggungjawab atas perjanjian yang disepakati oleh pemerintahnya. Aksi Kongres AS tentu membuat Iran berang. Pemerintah Iran menegaskan akan membatalkan perjanjian jika sanksi benar-benar diperluas.

Israel juga terus merongrong berjalannya perjanjian. Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu menyebut perjanjian tersebut hanya akal-akalan Iran agar bisa leluasa membuat senjata nuklir. Netanyahu mendorong Barat untuk tetap bersiap menyerang Iran.

Sama seperti Israel, Negara Arab juga menentang berjalannya perjanjian. Mereka melihat Iran sebagai ancaman utama di kawasan Timur Tengah. Saking kesalnya melihat AS membuat perjanjian dengan Iran, Arab Saudi pun mulai mengalihkan perhatiannya ke Rusia. Politik Timur Tengah semakin diperkeruh oleh kondisi Suriah yang masih tidak jelas. Konflik Suriah menjadi rumit setelah kelompok radikal berkembang menjadi elemen yang berpengaruh.

Barat dan Rusia berusaha mempertemukan rezim Bashar al Assad dengan kubu oposisi dalam Konferensi Jenewa II yang rencananya dihelat awal 2014. Namun, baik kubu Assad maupun oposisi bersikukuh pada posisinya masing-masing. Assad menegaskan tidak akan mundur, sebaliknya oposisi menolak berunding sebelum Assad menyerahkan kekuasaannya.

Barat yang selama ini mendukung oposisi disebut mulai menerima keberadaan Assad di Suriah. Pasalnya, Barat melihat perkembangan kelompok radikal lebih berbahaya dari Assad. Perdamaian dengan Pemerintah Suriah dianggap akan mempermudah upaya untuk membasmi kelompok radikal.

Oposisi tentu tidak akan begitu saja menerima perubahan sikap Barat. Namun, kondisi mereka juga makin terjepit oleh kelompok radikal. Meskipun sama-sama anti Assad, kelompok radikal seperti Front al Nusra dan ISIS tidak mengakui koalisi oposisi yang moderat. Mereka justru berafiliasi denga kelompok teroris internasional Al Qaeda.

Penyelesaian konflik Suriah akan bergantung pada berhasil tidaknya Konferensi Jenewa II diselenggarakan. Konflik Suriah juga akan dipengaruhi lancarnya proses pemusnahan senjata kimia Suriah. Jika pemusnahan berhasil mencapai target, posisi Assad akan meningkat karena berhasil menepati janjinya kepada dunia internasional.

Meskipun demikian, kelompok radikal tentunya tidak akan membiarkan Assad mempertahankan kekuasaannya. Mereka akan terus bertempur di Suriah dan bisa membawa kekerasan berkepanjangan di Tanah Syam.

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement