Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Menteri Yasonna Harus Jernih Pahami Kisruh Golkar

Gunawan Wibisono , Jurnalis-Minggu, 14 Desember 2014 |12:16 WIB
Menteri Yasonna Harus Jernih Pahami Kisruh Golkar
Menteri Yasonna Harus Jernih Pahami Kisruh Golkar (foto: Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Bendahara Umum Partai Golongan Karya (Golkar) versi Munas IX Bali, Bambang Soesatyo menegaskan, tidak ada alasan bagi Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly untuk menanggapi Kepengurusan Partai Golkar versi Agung Laksono.

Menurunya, alangkah baiknya, Menkumham harus menempatkan Kepengurusan Hasil Munas Ancol sebagai kepengurusan ilegal.

"Karena telah menyalahgunakan identitas Partai Golkar," ujar Bambang dalam pesan singkatnya kepada Okezone di Jakarta, Minggu (14/12/2014).

  Munas Golkar di Bali

Sekertaris Fraksi Partai Golkar di DPR tersebut menambahkan, Yasonna harus jernih memahami persoalan tersebut. Sebab, kata dia, apa yang disebut dengan Presidium Penyelamat Partai Golkar telah membangkang lantaran tidak diatur dalam AD/ART.

"Menkumham hendaknya tetap berpijak pada pasal 24 dan pasal 25 UU Nomor 2 Tahun 2011 yang mengatur tentang perselisihan khusus dan umum di tubuh parpol dan pengesahan kepengurusan parpol," jelasnya.

Sebab dikatakannya, berdasarkan UU tentang partai politik, ada empat indikator yang harus terpenuhi secara kumulatif untuk mengkualifikasikan telah terjadinya perselisihan khusus dalam kepengurusan Parpol.

Munas Golkar di Ancol, Jakarta

Seperti yang pertama, perselisihan karena penolakan untuk mengganti kepengurusan. Kedua, penolakan pergantian kepengurusan harus disampaikan secara resmi dalam penyelenggaraan forum pengambilan keputusan tertinggi parpol, seperti musyawarah nasional, kongres, atau muktamar.

Ketiga, lanjut Bambang, tentang subjek penolakan pergantian kepengurusan haruslah anggota parpol peserta munas, kongres, atau muktamar. Terakhir, penolakan pergantian kepengurusan harus disuarakan minimal oleh 2/3 peserta munas, kongres, atau muktamar.

"Untuk persoalan Partai Golkar, empat indikator perselisihan kepengurusan khusus yang disebutkan dalam Pasal 25 UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang parpol itu tidak ditemukan. Sebab, ketika Munas IX Partai Golkar di Bali, tidak muncul penolakan kepengurusan dari 2/3 peserta Munas. Penolakan justru disuarakan oleh kelompok Agung Laksono dari luar forum Munas, tepatnya di Jakarta," jelasnya.

Sehingga, kata anggota Komisi III DPR, tidak ada alasan hukum bagi Yasonna untuk menunda, apalagi menolak mengesahkan kepengurusan Partai Golkar hasil Munas IX di Bali.

"Karena sama sekali tidak memunculkan perselisihan kepengurusan," tuturnya.

(fid)

(Dede Suryana)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement