Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Serupa dengan Kemukus, Makam Kiai Balak Diserbu Warga

Bramantyo , Jurnalis-Senin, 15 Desember 2014 |10:09 WIB
Serupa dengan Kemukus, Makam Kiai Balak Diserbu Warga
Serupa dengan Kemukus, Makam Kiai Balak Diserbu Warga (Foto: Bramantyo/Okezone)
A
A
A

SUKOHARJO - Eks wilayah Karesidenan Surakarta memiliki banyak wisata religi. Setelah Gunung Kemukus mencuat dan menjadi fenomenal dengan wisata ziarah plus-plus, ternyata di Sukoharjo juga ada tempat yang sama. Hanya, lokasi ziarah ini tidak begitu terlihat dan terbuka seperti di Gunung Kemukus.

Salah satunya adalah wisata ziarah religi di makam Kiai Ageng Balak di Desa Mertan, Bendosari, Sukoharjo, Jawa Tengah.

Pengunjung atau peziarah yang kerap menyambangi makam Ki Ageng Balak berasal dari banyak wilayah, mulai yang terdekat yakni Solo, Sragen, Pacitan, Yogya, Tasik, Garut, Jakarta, hingga luar Pulau Jawa.

Mereka datang dengan beragam tujuan, seperti pengasihan, pelaris dagangan, naik jabatan, sampai untuk melamar pekerjaan. Bahkan saat masa pemilihan kepala desa hingga anggota legislatif, makam ini juga menjadi tujuan untuk tirakat.

Menurut cerita yang berkembang dan selama ini diyakini oleh masyarakat sekitar Ki Ageng Balak merupakan sesepuh atau pendiri Desa Mertan. Makam Ki Ageng Balak sendiri memiliki lima juru kunci yang selalu bergantian menerima para peziarah yang datang berkunjung.

Salah seorang juru kuncinya adalah Heri Purnomo. Dulunya ayah dan kakek Heri juga seorang juru kunci, kemudian dilanjutkan oleh keturunanya yang selalu menjaga dan merawat tempat peziarahan Ki Ageng Balak.

Heri, yang juga seorang kepala Desa Mertan, pun menceritakan bahwa kisah awal penemuan makam Ki Ageng Balak sampai akhirnya menjadi lokasi ziarah di wilayah Sukoharjo.

Konon awal ditemukannya makam Ki Ageng Balak adalah di kala seorang penggembala sekaligus pencari rumput di lokasi tersebut, yang sudah menjelang isak masih berada di lokasi tersebut untuk angon (menggembala).

Kemudian penggembala tersebut 'lamat-lamat' (sayup-sayup) mendengar suara, "Hai keregudig (wong cilik) kok yahmene ijik nyambut gawe," kata suara tanpa wujud itu."

Keregudig, menurut Heri, penyebutannya jangan diputus, harus satu rangkaian karena artinya jelek jika diucapkan terpisah jadi harus di sambung. Arti keregudig sendiri merupakan sebutan raja atau bangsawan pada kawulanya (rakyatnya).

Heri sang juru kunci kemudian melanjutkan ceritanya bahwa penggembala tersebut mendengar suara yang mengatakan jika ingin hidupnya sampai anak cucu enak, coba untuk mengurusi saya (suara tanpa wujud). Tempatnya ada di gumuk (gundukan tanah tinggi) sebelah utara.

Penggembalanya tentu saja sangat ketakutan mendengarnya. Namun, keesokan harinya karena penasaran kemudian mendatangi kembali lokasi di mana dia mendengar suara tersebut.

"Ternyata di bagian yang tinggi itu ada pohon yang diyakini sebagai sumber suara yang dia dengar," jelas Heri.

Akhirnya berawal cerita tersebut, bagai jamur di musim penghujan, penemuan makam yang dianggap keramat ini pun menyebar luas. Dari mulut kemulut sampai saat ini lokasi Ki Ageng Balak menjadi salah satu tempat berziarah dan meminta berkah bagi orang yang mempercayainya.

"Makam ini mulai di buka sejak 1924. Hal tersebut berdasarkan pengakuan dari salah satu peziarah yang dari awal sering lelaku di sini, mbah Untung yang usianya lebih dari 100 tahun," pungkasnya.

(Carolina Christina)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement