"Pemanfaatan fasilitas kesehatan tingkat 1 sebesar 25 persen. Angka nasional itu sebenarnya sudah pas, tetapi ada daerah tertentu masih kurang, tentunya masing-masing daerah berbeda," kata Direktur Pelayanan BPJS Fajriadi Nur di sela-sela peresmian Asosiasi Klinik Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI), Cibubur, Depok, Minggu (22/2/2015).
Salah satu faktornya, diantaranya keterjangakauan masyarakat di daerah terpencil untuk pergi ke Puskesmas, atau mereka yang mengobati penyakitnya sendiri (self medicine). Ke depan, kata Fajriadi, peran Puskesmas akan ditingkatkan.
"Untuk daerah-daerah akses terpencil meningkatkan optimaliasasi di 2015. Semuanya harus ke fasilitas kesehatan tingkat I kecuali UGD langsung ke RS. Yang jadi problem adalah masyarakat ingin langsung akses RS pusat rujukan tersier," paparnya.

Ilustrasi
"Kasus ditolak, memang itu fakta yang terjadi. Kami sedang genjot kecepatan penambahan peserta dengan supply, khususnya daerah Jabodetabek, aksesnya mudah sekali. Jumlah tempat tidurnya jadi perhatian Kemenkes. Begitu pun Gubernur Jakarta Pak Ahok, bangun RS dan tambah tempat tidur," ungkapnya.
Dia mengklaim, saat awal BPJS digulirkan pihaknya hanya bekerjasama dengan 300 rumah sakit, dan di 2015 meningkat menjadi 800 rumah sakit se-Indonesia bersedia bekerja sama dengan BPJS.
"Awal 2015 ada hampir 800 RS mau memang bekerja sama dengan kita. Mereka RS swasta yang belum mau bukan menolak, tetapi belum tahu saja. Pola kekhawatiran dari owner-nya, misi-misi yang punya RS itu. Mereka belum memahami pola-pola sistem JKN. Mereka ada kekhawatiran akan menjadi rugi. Atau barangkali mereka sendiri sudah penuh, ini persoalan waktu saja," pungkasnya.
(Arief Setyadi )