JAKARTA - Kisruh dualisme kepemimpinan Partai Golkar hingga kini terus berlanjut. Tensi kedua kubu baik Agung Laksono maupun Aburizal Bakrie (Ical) kian memanas menyusul terbitnya surat Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly yang mengesahkan kepengurusan DPP Partai Golkar hasil Munas Ancol.
Terkait hal itu, kubu Ical mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan menyelesaikan konflik ini, sebab dicurigai surat Kemenkumham itu bermuatan politis.
Ketua Forum Silaturahmi DPD II Partai Golkar Muntasir Hamid, mengungkapkan, sejak awal hingga akhir proses dan mekanisme Munas IX versi Bali sudah berjalan dengan demokratis dengan legitimasi yang benar.
"Dengan surat seperti ini bisa dicabut oleh Presiden. Karena diduga ada oknum di lingkaran Presiden Jokowi yang bermain di tengah kekisruhan ini," kata Muntasir dalam keterangannya, di Jakarta, Kamis (12/3/2015).

Ketua DPD II Partai Golkar Banda Aceh ini mengungkapkan, hasil Munas Bali adalah Munas yang sah. Sehingga kata dia, Menkumham tidak berhak menggantung keabsahan kepemimpinan Aburizal Bakrie berdasarkan Munas Bali.
"Pak Jokowi itu orang baik yang harus didukung. Tapi dengan kisruh ini ada aktor yang besar untuk menggeser kewibawaan Pak Jokowi," ujar mantan Ketua DPRD Banda Aceh itu.
Dia menegaskan, kader partai ditingkat DPD I dan II saat ini tetap solid dan tidak terpecah untuk mendukung kepemimpinan Aburizal Bakrie sebagai ketum partai berlambang pohon beringin tersebut.
"DPD se Indonesia Parta Golkar masih tetap solid mendukung Pak ARB sebagai Ketum Partai Golkar. Ini Pak ARB pilihan DPD I dan DPD II," klaimnya.
Muntasir menambahkan, langkah Menkumham merupakan langkah yang sudah mengintervensi parpol, bukan lagi pengayom atau pelindung. Sehingga kata dia, masih ada waktu untuk pemerintah mengambil langkah yang bijak.
"Kita semua tunduk pada hukum dan pemerintah. Namun, jangan ada 'begal' dalam tanda petik di kementerian terhadap partai. Seperti yang melanda PPP dan Golkar. Negara ini masih banyak masalah, belum selesai masalah beras, dolar naik dan datang lagi masalah partai," tutupnya.
(Susi Fatimah)