JAKARTA - Skandal Bank Century yang tak kunjung tuntas di ranah hukum menggugah politisi Partai Golkar Mukhamad Misbakhun untuk menuangkannya dalam sebuah buku. Dia ingin publik terus ingat kasus yang merugikan negara itu meski rezim telah berganti.
“Niat utama saya adalah saya ingin mengingatkan kepada publik bahwa ada persoalan yang serius dalam sebuah episode bangsa Indonesia yang belum tuntas diselesaikan, yaitu kasus bailout Bank Century,” ujar Misbakhun saat menerangkan tentang bukunya yang berjudul Sejumlah Tanya Melawan Lupa, Mengungkap 3 Surat SMI kepada Presiden SBY, Selasa (18/8/2015).
Peluncuran buku yang akan berlangsung Rabu 19 Agustus ini pun terlihat serius. Lantaran mengundang para pembicara yang dikenal sebagai sosok pengawal kasus Century. Seperti Bambang Soesatyo, Maruarar Sirait, Akbar Faizal, dan Ray Rangkuti.
Tak lupa, Misbakhun mengulik sisi lain dari sisi terdakwa terdakwa kasus korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) Bank Century, Budi Mulya. Budi Mulya yang pernah menjadi Deputi Bank Indonesia diwakili dengan testimoni dari istri dan putrinya, Nadya Mulya. “Jangan sampai pula, daya ingat publik yang tidak panjang itu dimanfaatkan untuk mengubur kasus bailout Bank Century. Dalangnya harus dibongkar,” harap Misbakhun.
Sisi gelap kebijakan perbankan tersebut dengan berani ia kemukakan dengan menggunakan alat tiga surat sangat rahasia dari Sri Mulyani Indrawati (SMI) selaku Menteri Keuangan ex officio Ketua KSSK kepada Presiden SBY terkait kebijakan bailout yang dianggap melanggar hukum tersebut.
Termasuk dalam buku ini diungkap Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap SMI terkait kasus Bank Century.
Keberanian Misbakhun ini didorong pula dengan kasus hukum Budi Mulya yang inkracht, sehingga ia menganggap konstruksi hukum bailout atas Bank Century makin jelas. “Ada unsur korupsi dan ada unsur kerugian negara. Sudah saatnya KPK segera menuntaskan kasus atas bailout Bank Century ini untuk segera dituntaskan pada aktor utamanya. Karena Budi Mulya bukanlah aktor pelaku utama dalam kasus ini,” tegas anggota Komisi XI DPR RI ini.
MA memperberat hukuman terdakwa kasus korupsi pemberian FPJP Bank Century, Budi Mulya. Hukuman mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) itu diperberat menjadi 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair delapan bulan kurungan.
Hukuman tersebut dijatuhkan dalam persidangan yang dipimpin Hakim Artidjo Alkostar dengan Hakim anggota M. Askin dan MS. Lumme secara bulat tanpa ada dissenting opinion pada Rabu 8 April 2014. Putusan itu sendiri sekaligus mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan KPK terhadap Budi Mulya.
Majelis hakim dalam pertimbangannya menyebut alasan kasasi penuntut umum dapat dibenarkan. Sebab, pada putusan sebelumnya yakni Pengadilan Tinggi DKI dinilai kurang mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan.
Hakim menilai pemberian persetujuan penetapan pemberian FPJP kepada PT Bank Century Tbk oleh Budi Mulya dilakukan dengan itikad tidak baik. Selain itu, dilakukan dengan cara melanggar Pasal 45 dan penjelasannya UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2004.
Perbuatan terdakwa itu dinilai termasuk perbuatan melawan hukum. Perbuatan terdakwa yang melawan hukum itu dinilai mempunyai hubungan kausal dengan kerugian keuangan negara sejak penyetoran PMS (Penyertaan Modal Sementara) yang pertama kali pada 24 November 2008 hingga Desember 2013, yang jumlahnya Rp8.012.221.000.000 (delapan triliun dua belas miliar dua ratus dua puluh satu juta rupiah).
Tak hanya itu, majelis hakim menuturkan PT Bank Century Tbk yang ditetapkan sebagai bank gagal berdampak sistemik, telah diserahkan kepada LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) pada 21 November 2008. Terdakwa Budi Mulya saat itu menyetujuinya dalam RDG (Rapat Dewan Gubernur) BI.
Bertolak dari fakta-fakta di atas, Misbakhun menyatakan sebenarnya DPR masih bisa menghidupkan kembali Timwas Century karena rekomendasi dari Pansus Century yang hendak dikawal oleh Timwas Century ternyata sampai saat ini masih banyak diabaikan oleh aparat penegak hukum.
“Permasalahannya adalah apakah DPR punya kemauan politik untuk melakukan hal tersebut? Kredibilitas DPR sebagai lembaga politik diuji sikap dan konsistensinya untuk menuntaskan kasus Century mengingat banyak rekomendasi DPR yang tidak dan belum dijalankan. Disitulah ujian buat DPR. Kalaupun tidak dibentuk Timwas secara khusus paling tidak DPR membentuk Panja Pengawasan untuk penuntasan kasus Century yang melibatkan setiap fraksi di DPR. Untuk menuntaskan kasus Century berdasarkan rekomendasi yang pernah diberikan oleh DPR,” pungkasnya.
(Muhammad Saifullah )