BANDUNG - Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil, tidak mau jika kawasan Saritem saat ini disebut sebagai lokalisasi prostitusi. Jika ternyata masih ada praktik prostitusi terjadi di sana, bukan berarti hal itu diperbolehkan atau dilokalisir.
Kawasan Saritem sendiri berkali-kali telah ditertibkan. Terakhir pada tahun 2015, praktik prostitusi itu dibubarkan oleh kepolisian. Kalaupun masih ada pekerja seks komersial (PSK) yang melakukan praktik, itu persoalan berbeda.
"Jadi kita tidak bisa menyebut Saritem lokalisasi. Bahwa ada kegiatan (praktik prostitusi) sporadis, iya. Tapi kalau lokalisasi itu kan ada jumlahnya, terkoordinasi dan lain sebagainya," ujar Emil, sapaan akrabnya, Selasa (23/2/2016).
Dengan kondisi yang ada saat ini, tidak tepat jika imej lokalisasi tetap disematkan untuk kawasan Saritem. "Jadi saya nyatakan Saritem itu tidak lagi berbentuk lokalisasi. Tapi ada satu-dua bandel, itu menurut polisi akan terus dilakukan penertiban rutin saja," jelasnya.
Emil mengaku, sudah melakukan berbagai upaya agar praktik prostitusi di lokasi tersebut tak lagi terjadi. Para pelaku dunia prostitusi di sana bahkan diberi solusi untuk membuka usaha dan diberi pinjaman modal melalui Kredit Melati yang dikucurkan Pemkot Bandung melalui BPR.
Ia sendiri belum tahu, sejauh mana Kredit Melati dimanfaatkan warga Saritem untuk membuka usaha agar tidak lagi bergerak di dunia prostitusi. Yang jelas hal itu sudah ditawarkan saat ia menggelar pertemuan dengan warga Saritem beberapa bulan lalu.
"Saya sudah tugaskan lurah, dari 7.000 Kredit Melati yang sudah kita berikan, saya ingin tahu berapa yang diserap oleh penduduk di Saritem itu," tandas Emil.
Kredit Melati sendiri merupakan program Pemkot Bandung untuk menghindarkan warga dari jeratan rentenir. Melati merupakan kependekan dari Melawan Rentenir. Lewat kredit itu, warga diberi kemudahan dalam meminjam uang untuk modal usaha.
(Fransiskus Dasa Saputra)