HANOI – Pemerintah Vietnam mengungkapkan negaranya butuh paling tidak 100 tahun dan lebih dari USD10 miliar atau senilai dengan Rp131 triliun untuk mengamankan negaranya dari ranjau darat dan bom atau rudal aktif lain yang entah tersebar di mana.
Dana itu belum terhitung biaya pembangunan yang harus dikeluarkan negara untuk membangun permukiman dan memberikan jaminan sosial kepada para penduduk yang menetap di kawasan rawan ranjau darat.
Kementerian Tenaga Kerja, Disabilitas, dan Sosial Vietnam Phan Minh Huan memperkirakan ada 800 ribu ton ranjau serta bom jenis lain masih tertanam di 20 persen wilayah negaranya.
“Jika bom dan ranjau tersebut tidak segera dimusnahkan, maka risiko besar akan terus menghantui warga Vietnam,” terangnya, sebagaimana dilansir dari Asian Correspondent, Sabtu (2/4/2016).
Data statistik menunjukkan 34 persen kecelakaan yang berhubungan dengan ranjau terjadi ketika korban mencari kepingan sisa perang, 27 persen ketika sedang bertani dan menggembala, dan 21 persen lagi saat bermain dengan bahan peledak tersebut.
Kepala Kementerian Sekretariat Negara Luu Hong Son menyalahkan ranjau dan bom itu sebagai penyebab dari datangnya efek yang mengerikan terhadap orang-orang Vietnam serta penghambat pembangunan sosial ekonomi bangsa.
“Masih banyak pekerjaan rumah yang harus kita selesaikan untuk mengamankan negara. Tapi, kita masih harus disibukkan dengan sisa ranjau dan bom,” jelasnya.
Ranjau dan bom itu merupakan warisan perang antara Vietnam dan Amerika Serikat (AS) pada Perang Dunia II sejak 1945 hingga 1975. Dalam perang tersebut, AS melakukan empat kali penjatuhan ranjau dan bom dari udara dan telah menewaskan sekira 42 ribu dan melukai lebih dari 62 ribu jiwa.
(Silviana Dharma)