Setelah kejadian itu, warga desa tidak dapat menangkap ikan lagi. Mereka menduga hal itu terjadi karena kutukan sang perempuan. Kutukan itu baru berakhir ketika serang nelayan buang air kecil ke laut, sehingga muncul dugaan memperlihatkan kemaluan pria akan meredakan kemarahan arwah perempuan malang itu.
Untuk menenangkan arwahnya kembali, warga desa setempat membuat beberapa ukiran penis dari kayu dan melangsungkan sebuah upacara keagamaan di sana. Setelah beberapa waktu, ikan-ikan mulai kembali ke laut dan warga desa mulai dapat hidup kembali dengan tenang.
Foto: Waterfallsandcaribous.com
Cerita itu kini dikenal sebagai Legenda Auebawi dan Haesindang. Karang tempat perempuan itu tenggelam dinamakan Karang Auebawi sedangkan bangunan tempat upacara keagamaan dilangsungkan dua kali setahun dinamakan Haesindang.
Dari beberapa sumber yang dilansir Okezone, Jumat (22/4/2016), diketahui sampai hari ini, upacara tersebut masih terus dilangsungkan sebagai upacara adat tradisional.
Semua patung dan ukiran yang ada di Taman Haesindang memiliki tema yang sama yaitu penis. Bahkan bangku taman pun memiliki bentuk seperti kelamin pria.
(Rahman Asmardika)