PENNSYLVANIA – Turki dilanda kudeta militer pada Jumat 15 Juli 2016 malam waktu setempat. Beruntung, kudeta tersebut berhasil digagalkan. Presiden Recep Tayyip Erdogan segera menudingkan jari kepada Fethullah Gulen dan pengikutnya sebagai dalam di balik kudeta tersebut.
Merasa tidak terima, ulama yang tinggal di Pennsylvania, Amerika Serikat (AS) itu menuduh balik Erdogan sebagai dalang di balik kudeta tersebut. Gulen bahkan menyamakan mantan sahabat dekatnya itu dengan pemimpin Nazi, Adolf Hitler.
“Ada kemungkinan bahwa kudeta itu dipentaskan oleh Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) pimpinan Erdogan. Tujuannya tidak lain adalah untuk memelihara tuduhan kepada para pengikut Gulen dan pihak militer,” ujar salah satu ulama terkemuka Turki itu di Pennsylvania, seperti dimuat Russia Today, Minggu (17/7/2016).
Erdogan juga menuntut pemerintahan Barack Obama untuk mengekstradisi pemimpin kelompok Hizmet itu dari AS. Atas tuntutan itu, Gulen mengaku tidak resah. Ia memegang kartu hijau AS sehingga mendapatkan status permanent resident meski tidak berstatus warga Negeri Paman Sam.
“Saya tidak yakin dunia akan menganggap serius tuduhan Presiden Erdogan terhadap saya,” tutur pria berusia 75 tahun itu. Pun begitu, Gulen mengutuk aksi kekerasan yang dilakukan untuk mendongkel Erdogan dari posisinya.
Sedikitnya 265 orang tewas setelah usaha kudeta militer itu gagal dilaksanakan. Lebih dari 2.800 personel militer telah ditangkap dan 2.700 di antaranya dibebastugaskan. Selain itu, sekira 2.745 hakim dipecat oleh pemerintah Turki pasca kudeta tersebut.
(Wikanto Arungbudoyo)