CARACAS – Setelah Amerika Serikat (AS), sekarang giliran Inggris menarik pulang seluruh staf kedutaan besarnya di Caracas sehubungan dengan meningkatnya kegaduhan politik di Venezuela. Kementerian Luar Negeri Inggris juga mengimbau agar seluruh warga negaranya segera berkemas dan angkat kaki dari negara Amerika Latin tersebut.
“Anda harus mempertimbangkan untuk meninggalkan negara itu dengan penerbangan biasa sesegera mungkin,” cuit Kemlu Inggris di Twitter, seperti disadur dari The Press and Journal, Rabu (2/8/2017).
(Baca juga: Spanyol Menentang Sanksi yang Dijatuhkan Uni Eropa atas Venezuela)
Kemlu Inggris menjelaskan, ada kemungkinan besar transportasi di dalam dan luar negeri akan terganggu apabila situasi politik di Venezuela memburuk. Ketika itu terjadi, kedutaan besar Inggris dipastikan akan kesulitan membantu kepulangan mereka.
Di sisi lain, Menlu Inggris Boris Johnson berkoar di media sosial mengecam krisis yang terjadi di Venezuela. Ia menyebut Presiden Venezuela Nicolas Maduro sebagai diktator yang memimpin sebuah rezim jahat.
“Maduro bertingkah seperti diktator rezim jahat dan telah menghancurkan perekonomian Venezuela, mengikis hak asasi manusia dan menahan ribuan lawan politiknya,” tukas Bojo.
(Baca juga: Krisis Venezuela, Donald Trump Desak Maduro Bebaskan Tahanan Politik)
Dalam postingan lain, dia menambahkan, ratusan orang meninggal ketika memprotes kebijakan Maduro. Ia pun mendesak agar suksesor Hugo Chavez itu membebaskan tahanan-tahanan politiknya serta menghormati kebebasan HAM dan demokrasi.
Unjuk rasa terus bergulir di Caracas. Ribuan orang turun ke jalan menuntut pengunduran diri presiden berkumis tersebut. Rakyat menuntut kepala negaranya itu bertanggung jawab atas meluasnya praktik korupsi, krisis moneter dan sulitnya memenuhi kebutuhan hidup di Venezuela. Sampai-sampai rakyatnya harus mengemis makanan dan obat-obatan ke negara lain di perbatasan, yakni ke Kolombia.
(Baca juga: Astaga! Otoritas Keamanan Tangkap Pimpinan Oposisi di Venezuela)
Bukannya mengakui kesalahan, Maduro memutuskan tetap berpegang pada kursinya kuat-kuat. Dia mengukuhkan kekuasaannya melalui pemilihan Majelis Konstitusi Nasional pada Minggu 30 Juli 2017. Hasil pemilihan umum itu ditentang oposisi karena dinilai ikonstitusional.
Tensi politik kian meninggi, setelah Presiden AS Donald Trump mengancam menjatuhkan sanksi kepada Venezuela. Sehari setelahnya, pada Selasa 1 Agustus malam, dua tahanan rumah pengkritik Maduro, digelandang ke penjara.
(Baca juga: Wah! AS Jatuhkan Sanksi ke Venezuela, Kenapa Ya?)
Tindakan Maduro menahan lawan politiknya lantas menuai kecaman. AS dan Inggris, hingga Uni Eropa kini sedang mempertimbangkan resolusi untuk menghentikan kesewenang-wenangan presiden berumur 54 tahun tersebut.
(Silviana Dharma)