JAKARTA - Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan mengatakan, pihaknya tengah melakukan ancang-ancang untuk mengajukan permohonan uji materiil atau judicial review terhadap Undang-Undang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Langkah pertama telah dilakukan hari ini dengan mendatangi gedung MK untuk berkonsultasi mengenai mekanisme permohonan uji materiil.
Lebih lanjut Hinca mengatakan, upaya hukum ini merupakan tindak lanjut utama dari pertemuan Ketua Umum Susilo Bambang Yudhoyono dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Kamis 27 Juli 2017 di Cikeas.
"(Permohonan uji materil) Undang-Undang pemilu ini jadi epicentrum (pertemuan) kita kemarin, karena itu akan mengubah atau cikal bakal sejarah kita dalam pilpres maupun pileg," kata Hinca di Gedung MK, Jakarta, Rabu (2/8/2017).
Ditanya mengenai kedudukan hukum atau legal standing permohonan uji materiil ini, Wasekjen Partai Demokrat, Didi Irawadi, mengatakan bahwa belum akan bicara masalah substansi.
"Kawan-kawan bersabar saja. Substansi nanti saatnya kami ajukan. Kita akan konsultasi dulu memastikan hal teknis sehingga ketika diajukan semua firm dan mantap. Tunggu tanggal mainnya saja biar mantap," kata Didi.
Sebelumnya berkembang pendapat yang mengatakan, sebagai lembaga pembuat undang-undang, DPR tidak memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan uji materiil norma yang disusunnya sendiri. Hal ini berlaku pula bagi presiden sebagai salah satu pembentuk undang-undang.
Juru Bicara MK Fajar Laksono menjelaskan, majelis hakim konstitusi akan memeriksa secara seksama mengenai legal standing suatu perkara, terlebih jika pemohon adalah partai politik yang memiliki wakil di parlemen yang ikut menyusun undang-undang.
Ia mengatakan, sebelumnya terdapat yurisprudensi dimana MK memutuskan menolak memberikan legal standing kepada pemohon yang berasal dari partai politik.
"Ada preseden MK pernah memutus perkara 45/2016 PUU Parpol. Pemohon (bernama) Kamal, Kepala Departemen Advokasi HAM DPP PPP. Dalam pengujian itu legal standing tidak diberikan. Karena meski perorangan, dia tidak bisa lepas dari jabatan. Dalam hal ini PPP ikut serta ambil bagian dalam pembentukan undang-undang," jelas Fajar saat dikonfirmasi.
Diketahui, legal standing menjadi pintu masuk pertama sebuah perkara diuji materiil di MK. Dalam Pasal 51 Undang-Undang MK disebutkan, pemohon uji materiil adalah perorangan warga negara Indonesia, kesatuan hukum adat di NKRI, badan hukum publik atau privat dan lembaga negara. (sym)
(Erha Aprili Ramadhoni)