JAKARTA - Meninggalnya AM Fatwa meninggalkan duka tidak hanya bagi keluarga, tetapi juga kolega dan publik Indonesia. Politikus senior itu dikenal sebagai salah satu sosok yang kritis terhadap kebijakan pemerintah, baik pada masa orde lama maupun orde baru.
Intelektualitas kritisnya kerap membuat Fatwa mendapat teror dan tindak kekerasan dari dua rezim pemerintahan yang berkuasa. Ketika kabar meninggalnya AM Fatwa menyebar, berbagai pertanyaan muncul, siapa ia sebenarnya sehingga dapat membuat Indonesia berduka akan kehilangan sosoknya?
Berikut 5 fakta tentang AM Fatwa, seperti dirangkum Okezone, Kamis (14/12/2017).
1. Nama Lengkap
Tidak semua orang mengetahui singkatan 'AM' sebagai nama depan Fatwa. Ternyata, Fatwa terlahir dengan nama lengkap Andi Mappetahang Fatwa. Ia lahir di Bone, Sulawesi Selatan pada 12 Februari 1939.
Meskipun merupakan keluarga keturunan Bone, dikutip dari Antara, Fatwa diterima secara baik oleh warga Batak dan mendapat gelar Ginting di Brastagi, Tanah Karo, lalu marga Harahap, di Padang Sidempuan, Sumatera Utara.
2. Sakit yang Diderita, Sirosis Hati
Kamis 14 Desember sekira pukul 06.00 WIB, AM Fatwa meninggal dunia pada usia 78 tahun. Ia mengembuskan nafas terakhir karena sirosis hati yang dideritanya.
Sirosis merupakan suatu kerusakan pada organ hati yang terjadi secara permanen. Sebelumnya, Fatwa terkena penyakit hepatitis saat berada di penjara yang akhirnya berkembang menjadi sirosis.
(Wapres JK ketika melihat jenazah AM Fatwa di RS MMC/Foto: Ist)
3. Dipenjara 18 tahun
Suami dari Noenoeng Noerdjanah itu dikenal karena keberaniannya melawan rezim orde lama dan orde baru. AM Fatwa tidak segan mengerahkan ratusan mahasiswa untuk turun ke jalan melakukan aksi demontrasi.
Langkahnya tersebut tak disenangi para pejabat. Imbasnya, Fatwa pun harus merasakan dinginnya tahanan selama 18 tahun. AM Fatwa akhirnya mendapat remisi saat masa reformasi bergulir. Kala itu, Indonesia dipimpin oleh Presiden Baharudin Jusuf Habibie.
4. Ikut Mendirikan Golkar
AM Fatwa ikut andil saat terbentuknya Ormas non-parpol Sekretariat Bersama Golongan Karya atau Sekber Golkar (sebelum menjadi Partai Golongan Karya) pada 1964. Fatwa yang saat itu termasuk dalam Pelajar Islam Indonesia (PII) ikut menandatangani deklarasi pendirian Sekber Golkar mewakili PII.
5. Menulis Banyak Buku
Selain berkiprah dalam ranah sosial, politik, dan dakwah, pria beranak lima itu juga mengeluarkan buku. Beberapa buku karyanya, antara lain Dulu Demi Revolusi, Kini Demi Pembangunan, Eksepsi di Pengadilan (1985), Menggugat dari Balik Penjara (1999), Dari Cipinang ke Senayan (2003), dan terakhir pada 2017 Menggugat Kereta Cepat Api Jakarta-Bandung (bersama Politisi Ayi Hambali).
(wal)
(Salman Mardira)