Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Rentetan Calon Kepala Daerah yang "Terjegal" Status Tersangka KPK

Adi Rianghepat , Jurnalis-Jum'at, 16 Februari 2018 |11:39 WIB
Rentetan Calon Kepala Daerah yang
Foto: Antara
A
A
A

KUPANG - Memasuki 2018 hingga 2019, bangsa Indonesia memasuki tahun politik. Saat itu akan dilakukan sejumlah agenda politik, mulai dari pemilihan bupati/wali kota hingga gubernur di 171 daerah. Dari jumlah itu pelaksanaan serentak yang dijadwal dilakukan pada 27Juni 2018 akan dilakukan di 17 provinsi, 39 kota dan 115 kabupaten wilayah NKRI. Sementara di 2019 mendatang akan berlangsung pemilihan legislatif serentak serta pemilihan presiden dan wakil presiden.

KPK Perlihatkan Barang Bukti OTT Bupati Jombang

Dalam konteks pemilihan kepala daerah, wali kota dan wakil wali kota, bupati dan wakil bupati serta gubernur dan wakil gubernur pada 27 Juni 2018, terhitung 15 Februari ini mulai memasuki tahapan kampanye. Tentunya semua energi dan mata semua rakyat di daerah yang akan melaksanakan agenda politik lima tahunan untuk mencari pemimpin lima tahun ke depan itu terfokuskan.

KPK Resmi Tetapkan Zumi Zola sebagai Tersangka

Sudah banyak kader partai, politisi di luar partai politik dan tokoh di setiap daerah yang telah ditetapkan sebagai calon kepala daerah oleh KPU selaku penyelenggara. Bahkan setiap pasangan calon yang telah ditetapkan itu sudah mencanangkan semangat perubahan dan kemajuan ekonomi serta kesejahteraan masyarakat di daerah masing-masing.

Itu sudah lumrah dan bahkan karena sangking biasanya, masyarakat sudah terlihat 'bosan' mendengar janji kesejahteraan itu. Masyarakat bahkan sudah menganggap janji itu hal biasa dan akan selalu hadir di setiap ajang pemilihan kepala daerah di setiap lima tahunan. Selain capaian kesejahteraan, masyarakat juga mendambakan seorang pemimpin yang memiliki integritas mumpuni. Jujur dan adil bagi semua golongan masyarakat.

KPK Diminta Tak Tebang Pilih Tangani Kasus Korupsi KTP Elektronik

Namun hal itu terfakta kontras sebagaimana yang terjadi di beberapa daerah peserta pilkada serentak 2018 ini. Ada beberapa kepala daerah dan calon kepala daerah yang terjerat kasus korupsi dan tertangkap operasi senyap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dari penelusuran Okezone, setidaknya ada tiga calon kepala daerah yang tertangkap tangan melakukan kegiatan korupsi.

1. Marianus Sae

Di Provinsi Nusa Tenggara Timur, salah seorang calon gubernur Marianus Sae harus berurusan dengan KPK. Bupati Ngada dua periode di Pulau Flores provinsi seribu nusa itu ditangkap lembaga antirasuah di Surabaya, Provinsi Jawa Timur pada Minggu 11 Fabruari lalu.

Bahkan KPK menetapkan calon gubernur usungan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan PDIP itu sebagai tersangka kasus suap. Marianus diduga menerima uang terkait proyek di wilayah kabupaten tersebut.

Kasus Suap Proyek Jalan, Bupati Ngada Marianus Sae Ditahan KPK

Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan di kantornya, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Selatan, Senin (12/2/2018) mengatakan KPK meningkatkan status penanganan perkara Marianus Sae ke penyidikan sebagai penerima dan WIU diduga sebagai pemberi. Marianus diduga menerima uang terkait proyek-proyek yang dikerjakan WIU selaku kontraktor. Selain itu, Marianus juga diduga menjanjikan proyek untuk WIU.

"Diduga pemberian dari WIU ke MSA terkait fee proyek di Ngada, karena PT yang bersangkutan mulai tahun-tahun sebelumnya sudah mendapatkan beberapa proyek dan nanti 2018 dijanjikan mendapatkan proyek tersebut lagi," sebut Basaria.

Marianus disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang. Meskipun masih memiliki hak hukum dalam konteks azas hukum, praduga tak bersalah, namun dari konteks politik kondisi ini telah menimbulkan tragedi politik yang luar biasa berguncang. Berbagai pendapat berseliweran. Bahkan ada yang menyebutnya sebagai langkah tepat.

Kasus Suap Proyek Jalan, Bupati Ngada Marianus Sae Ditahan KPK

"Ya beruntung sekarang ditangkap, kalau nanti setelah menjadi gubernur baru ditangkapkan lebih bahaya," kata seorang warga Kota Kupang.

2. Nyono Suharli

Hal sama dialami Bupati Jombang Nyono Suharli. Bupati petahana yang saat ini sudah kembali ditetapkan maju bertarung dalam pemilihan kepala daerah di wilayah itu terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Sabtu (3/2/2018).

Nyono ditangkap lantaran diduga menerima sejumlah uang suap terkait perizinan penempatan jabatan di Pemkab Jombang. Pascaterkena OTT, dukungan dari partai pengusung juga mulai luntur. PAN mulai menarik dukungan pada pasangan Nyono Suharli-Subaidi Muhtar di Pilkada Kabupaten Jombang.

Terjaring OTT, Bupati Jombang Nyono Suharli Ditahan KPK

Ketua Komisi Pemilihan Umum Provinsi Nusa Tenggara Timur Maryanti Luturmas Adoe mengatakan penetapan Marianus Sae sebagai calon gubernur dan masuk dalam kontestan pemilihan kepala daerah di NTT karena belum ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas kasus yang dialami Marianus.

Menurut dia, lembaga penyelenggara pemilu itu baru akan bersikap terhadap seorang bakal calon kepala daerah sebagaimana yang dialami salah satu bakal calon Gubernur NTT itu.

"Kalau sudah ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap baru bisa disikapi oleh KPU sepanjang masih dalam tahapan pilkada," kata Tanti sapaan Maryanti.

Terjaring OTT, Bupati Jombang Nyono Suharli Ditahan KPK

Jadi menurut Tanti, pasangan calon gubernur Marianus Sae-Emiliana Nomleni akan tetap ikut sebagai pasangan calon untuk bertarung dalam kontestasi lima tahunan itu.

3. Imas Aryumningsih

Cerita serupa tapi tak sama juga terjadi di Kabupaten Subang, Jawa Barat. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Subang, Jawa Barat, Imas Aryumningsih sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perizinan lahan untuk perusahaan di wilayahnya. Imas tidak sendirian karena ada tiga orang lainnya yang juga ditetapkan sebagai tersangka.

Kenakan Rompi Oranye, Bupati Subang Imas Aryumningsih Resmi Ditahan KPK

Tiga orang lainnya tersebut yakni, Asep Santika selaku Kepala Bidang Perizinan DPMPTSP Subang; Miftahudin selaku pihak swasta; dan Data seorang karyawan swasta. Ketiganya diduga melakukan tindak pidana suap terkait pengurusan perizinan lahan.

Diduga, Imas, Data dan Asep Santika menerima uang suap ‎dari dua perusahaan, PT ASP dan PT PBM senilai Rp1,4 Miliar. Pemberian suap diduga dilakukan untuk mendapatkan izin prinsip untuk membuat pabrik atau tempat usaha di Subang.

Kenakan Rompi Oranye, Bupati Subang Imas Aryumningsih Resmi Ditahan KPK

Uang terebut diberikan oleh seorang pihak swasta yakni, Miftahudin dalam beberapa tahapan. Diduga, komitmen fee di awal antara pemberi dengan perantara adalah Rp4,5 miliar. Sedangkan pemberian fee antara Bupati ke perantara sejumlah Rp1,5 miliar.

Bukti Praktik Transaksional

Kasus yang menimpa para calon kepala daerah khususnya yang menimpa Calon Gubernur NTT Marianus Sae disebut sebagai sebuah akibat dari praktik transaksional partai politik.

Tragedi politik yang dialami bakal calon gubernur dan partai koalisi pengusungnya itu dinilai sebagai fakta dari pola transaksional partai poliik dalam perhelatan politik pemilihan kepala daerah itu, kata Akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Frans Bapa Tokan MA.

KPK Resmi Tetapkan Zumi Zola sebagai Tersangka

Menurut dia, praktik transaksional pada momentum pilkada, terjadi di saat partai politik sebagai dapur dan basis lahirnya calon pemimpin tidak mampu menghasilkan kader sendiri sebagai calon pemimpin ke depan. Karena kondisi ketidakmampuan inilah akhirnya mendorong partai politik untuk membuka diri dari setiap tawaran calon kandidat yang memilki cukup uang.

Di titik itulah, para pemilik modal akan mendapatkan kesempatan pertama dikaderkan menjadi calon pemimpin bukan karena terlahir dari sebuah proses kaderisasi tetapi karena memilki modal.

Akibat pola tersebut, alumnus magister politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu mengemukakan kandidat akan mengabaikan integritas dan hanya akan berpikiran pragmatis.

"Nah gaya itu akan sangat mengganggu proses perjalanan pembangunan ke depan jika terpilih," katanya.

Faktor lain terjadinya praktik transaksional, karena minimnya sumber pendanaan di partai politik. Hal itu akhirnya membuat partai politik sangat rentan dengan rayuan sang pemilik modal.

"Apalagi sama seperti saat ini yang pascapelaksanaan pilkada akan dilanjut pemilu legislatif dan pilpres," katanya.

Di kasus OTT oleh KPK terhadap bakal calon gubernur ini, dinilai sebagai langkah tepat bagi pembelajaran politik cerdas kepada masyarakat. Dengan kasus ini masyarakat pemilih di NTT akan kian paham dan didorong untuk segera mencari tahu rekam jejak detail dari setiap kandidat yang ada.

"Saya kira kejadian ini bisa dipakai sebagai ajaran politik kepada masyarakat sebelum memilih," katanya.

Dengan kejadian ini pula lanjut Frans bisa dinilai sebagai sebuah langkah penyelematan pembersihan calo pemimpin ke depan. "Kalau sudah terpilih baru terkena OTT kan kasihan rakyatnya," katanya.

Di titik ini tentu akan ada yang memberi apresiasi terhadap kerja cerdas dan kerja nyata KPK dalam melakukan aksi penggagalan upaya korupsi tersistem di daerah oleh kepala daerah terpilih. Namun di sisi lain, proses pelaksanaan pilkada yang disebut sebagai pesta demokrasi rakyat lima tahunan yang bermartabat itu akan ternoda dengan keikutsertaan tersangka.

Nama para tersangka itu akan tertulis dalam surat suara. Negara ini negara hukum, karena itulah 'presumption of innocence' masih harus diberlakukan kepada para pihak, kepada Marianus Sae dan Bupati Jombang Nyono Suharli di kancah pesta demokrasi rakyat serentak 27 Juni 2018 mendatang.

(Khafid Mardiyansyah)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement