Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Tragedi Tanjakan Emen, Kisah Kelam Rombongan Bus Anggota Koperasi Asal Tangsel

Hambali , Jurnalis-Jum'at, 16 Februari 2018 |19:19 WIB
Tragedi Tanjakan Emen, Kisah Kelam Rombongan Bus Anggota Koperasi Asal Tangsel
Peristiwa Kecelakaan di Tanjakan Emen (foto: Antara)
A
A
A

Wali Kota Tangsel, Airin Rachmi Diany menyambangi RSUD yang menjadi lokasi disemayamkannya puluhan jenazah korban kecelakaan. Ia pun tampak tak kuasa membendung haru saat memeluk satu-persatu keluarga korban kecelakaan.

Mengenakan pakaian serba hitam, Airin seolah menunjukkan rasa empatinya kepada seluruh keluarga korban. Tanpa banyak berkata-kata, dia lantas merangkul perempuan paruh baya di hadapannya yang tak lain adalah orangtua dari salah satu korban meninggal dunia.

"Yang sabar ya bu, ikhlas. Kami juga merasakan apa yang telah menimpa keluarga ibu. Semoga semua amal almarhumah diterima di sisi-Nya," ucapnya terbata-bata dengan mata memerah.

18 Korban Selamat Kecelakaan Tanjakan Emen Dirawat di RSUD Tangerang Selatan

Banyak kisah duka yang diceritakan pihak keluarga, baik itu firasat sebelum kejadian kecelakaan, maupun saat-saat mencari bagian tubuh terputus dari keluarganya yang menjadi korban.

Sebagaimana terjadi pada korban Martiningsih (35) yang tewas dalam kecelakaan itu. Nahas, tangannya ikut terputus akibat benturan keras serta himpitan di dalam bus. Pihak keluarga sempat kesulitan mencari bagian tangannya, beruntung ada cincin perkawinan yang membuat mudah dikenali.

Kisah itu diceritakan oleh sahabat dekat almarhum bernama Citra. Dia mengatakan, suami Martiningsih berupaya mencari keberadaan tangan istrinya di lokasi kecelakaan. Namun banyaknya potongan tubuh serupa, menambah sulit pencariannya.

"Sempet cari-cari tangan istrinya, awalnya ketemu. Tapi suaminya bilang bukan, ini bukan tangan istri saya. Saya kenal betul cincin yang ia kenakan," tutur Citra menirukan ucapan suami sahabatnya itu, di RSUD Pamulang.

Martiningsih sendiri meninggalkan suami dan seorang anak laki-laki berusia 11 tahun yang masih duduk di bangku kelas 6 SD Pamulang Indah. Ibunya, Sri Widodo, ikut meninggal dalam peristiwa itu.

(Baca Juga: Cerita Pemandi Jenazah Korban Tragedi Tanjakan Emen di RSUD Tangsel)

Sejatinya, Martiningsih duduk di dalam bis nomor 2. Namun dia memilih berpindah ke bis pertama, agar dapat lebih dekat dengan ibunya yang berada di bis tersebut.

"Ningsih pindah ke bis 1, biar dekat dengan ibunya, Sri Widodo. Makanya nama dia enggak ada di list bis 1, karena penumpang pindahan," tambah Citra.

Kisah haru menyayat hati juga dirasakan Hafis Isa Asyari (15). Ibunya, Ari Lestari (42), dinyatakan tewas dalam kecelakaan itu. Hafis yang masih duduk di bangku kelas IX SMP Muhammadiyah ini pun harus merelakan perpisahan selama-lamanya dengan sang ibunda tercinta.

Saat menanti jenazah ibunda tercinta tiba di RSUD Tangsel, Hafis sempat bercerita tentang pesan yang disampaikan khusus kepadanya. Hafis tak menyadari, jika ternyata itu adalah waktu terakhir kali dia berkomunikasi dengan ibunya sebelum mengalami kecelakaan.

"Aku sempat tanya mamah kemarin. 'Mamah berangkat jam berapa tadi? Terus sudah sampai mana?' Mamah jawab, 'Sudah sampai rest area. Tadi pagi berangkat jam 6, adek (sebutan Hafis dari sang ibu)'," tutur Hafis sambil terisak tangis.

Hafis dan kakak kandungnya bernama Hana Khoirunnisa Asyari merupakan dua bersaudara yang lahir dari pasangan Asep Budiharjo dan Ari Lestari. Kakaknya sendiri kini tengah menempuh kuliah di STIEAD Ahmad Dahlan.

"Mamah cuma titip pesan, 'Kamu hati-hati ya, adek'," ujar Hafis.

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement