Saat ini, ketimpangan kualitas pendidikan antara di kota dengan di daerah tertinggal masih tertinggi. Ini disebabkan adanya sebagian tenaga guru yang enggan untuk ditempatkan di daerah sangat terpencil (DST). Padahal, Indonesia membutuhkan SDM bermutu untuk mengelola kekayaan alam yang berlimpah ruah.
Hal inilah yang mendorong pemerintah, dalam hal ini Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud memberikan perhatian berupa tunjangan khusus kepada guru yang mengajar di daerah sangat tertinggal. Tunjangan khusus itu diberikan sebagai kompensasi atas kesulitan hidup dalam melaksanakan tugas di daerah khusus. Tunjangan Khusus melalui DAK non fisik untuk Guru PNSD memperoleh alokasi Rp 1,8 triliun dan DIPA Tahun Anggaran 2018 untuk Guru Bukan PNS dengan alokasi Rp 427,5 miliar.
Kendati demikian, APBN hanya mampu membayarkan untuk daerah sangat tertinggal saja. Namun pemerintah daerah dapat mengalokasikan Tunjangan Khusus melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk menanggulangi kekurangan kemampuan dari APBN untuk daerah tertinggal dan daerah perbatasan sebagaimana perhatian pendidikan harus dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Pemerintah juga telah menetapkan kriteria penerima Tunjangan Khusus yaitu Guru PNSD yang bertugas pada satuan pendidikan di Daerah Khusus, memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) serta memiliki SK penugasan mengajar di satuan pendidikan pada Daerah Khusus yang dikeluarkan oleh kepala dinas pendidikan sesuai dengan kewenangannya.
Ditjen GTK melakukan penarikan data dari Dapodik pada bulan Maret setiap tahun berkenaan. Kemudian melakukan verifikasi kelayakan calon penerima Tunjangan Khusus. Dinas pendidikan mengusulkan calon penerima Tunjangan Khusus secara daring (online) melalui Sistem Informasi Manajemen Tunjangan (SIMTUN) mulai pertanggal 1 Maret tahun berkenaan.