JAKARTA - Pro-kontra penghentian pencarian korban KM Sinar Bangun di dasar Danau Toba masih terus terjadi. Beberapa pihak mempertanyakan pemerintah yang seolah tak bisa memenuhi ekspektasi banyak pihak akan korban yang sudah ditemukan di kedalaman 450 meter.
Menanggapi hal itu, aktivis sosial Ray Rangkuti menjelaskan bahwa tuntutan agar pemerintah melanjutkan evakuasi terhadap jenazah korban KM Sinar Bangun di dasar Danau Toba atau menghentikannya, sepenuhnya berada di tangan keluarga korban. Jika keluarga sudah merelakan, maka tidak boleh ada kritikan kepada pemerintah.
"Sebetulnya yang paling penting itu adalah keluarga korban. Apakah mereka punya kerelaan menerima fakta bahwa jenazah itu tidak diangkut oleh pemerintah dari dasar danau. Kalau mereka rela tentu saja orang-orang tidak dapat lagi melakukan kritik ke pemerintahan Pak Jokowi," kata Ray Rangkuti saat dihubungi.
"Kecuali mereka (keluarga korban) menyatakan menolak, menyatakan kecewa, dan sebagainya. Kalau itu yang terjadi tentu kita patut mempertanyakan keengganan pemerintah dalam hal mengangkat jenazah. Tapi ini kan tidak," tuturnya lebih lanjut.
Sejumlah keluarga korban KM Sinar Bangun sudah merelakan dihentikannya evakuasi oleh pemerintah karena keterbatasan teknologi dan medan berbahaya di dasar danau. Mereka tidak tega jika melihat jenazah keluarganya dalam keadaan tidak utuh.
Ketika keluarga korban sudah ikhlas dihentikannya pencarian namun masih ada pihak yang menuntut supaya evakuasi tetap dilanjutkan, kata Ray Rangkuti, kritikan tersebut menjadi tidak berdasar dan malah subyektif.
"Kritikan itu jadi subyektif gitu lho bang. Obyektifnya itu keluarga menerima," tutur Ray Rangkuti.
Disinggung apakah kritikan Natalius Pagai lebih berdimensi politik lantaran tidak suka terhadap pemerintahan Jokowi, Ray Rangkuti menjawab seperti ini. "Ya itu ditanyakan Natalius-nya, bukan saya," tandasnya.
Sebelumnya, aktivis kemanusiaan, Natalius Pigai menjelaskan bahwa penghentian pencarian korban KM Sinar Bangun sebagai ironi. Menurutnya, pemerintah dengan daya dan kekuatan yang besar, masih tak mampu untuk mengangkat korban yang sudah diketahui berada di kedalaman 450 meter.
“Penghentian pengangkatan jenazah hanya karena alasan kedalaman dan Indonesia tidak memiliki alat untuk sampai kedalaman tersebut,” cetusnya.
(Khafid Mardiyansyah)