Kegunaan ondel-ondel yang dahulu untuk mengusir roh jahat di kampung-kampung warga kini juga bergeser. Sebagai ikon DKI Jakarta, ondel-ondel kini banyak ditempatkan di dekat pintu sebagai penyambut tamu, baik untuk acara resmi maupun pesta dengan unsur Betawi. Selain itu, ondel-ondel yang berukuran kecil kini juga digunakan sebagai pernak-pernik.
"Sebenarnya perubahan wajah itu agak lama, sedikit demi sedikit diperhalus, di eranya Gubernur Ali Sadikin yang menginginkan wajah Ondel-Ondel diperhalus dan tidak menyeramkan mungkin biar lebih akrab dengan masyarakat, khususnya anak-anak. Walaupun era itu juga masih saja ada yang menyeramkan," kata pria yang akrab disapa Davi Kemayoran itu.
Dulu Sakral, Kini Jadi Pengamen Jalanan
Setelah mengalami perubahan nama dan tampilan, ondel-ondel mulai akrab dengan masyarakat khususnya anak kecil. Meski kegunaan ondel-ondel yang sebelumnya untuk mengusir roh jahat mulai menghilang, tapi keberadaan boneka raksasa itu tetap eksis. Masih banyak komunitas sanggar Betawi yang melestarikan ondel-ondel.
Meski begitu, keberadaan sanggar yang menggeluti ondel-ondel kurang diapresiasi oleh masyarakat maupun pemerintah, sehingga mereka harus mandiri untuk menghidupi komunitasnya. Mereka mencari panggung alternatif dengan mengarak ondel-ondel ke jalanan.

"Mereka-mereka yang punya grup, semua sanggar jadi tidak punya aktivitas untuk bermain sehingga meraka mencoba mengamen. Itu dimulai dari Jakarta Timur. Awalnya mencoba dan hasilnya lumayan. Terus kan teman-temannya melihat, kemudian ikut-ikutan ngamen ke jalanan," jelas Davi Kemayoran.
Ondel-ondel yang kini banyak digunakan sebagai sarana warga untuk mengamen dan menjadi tontonan dianggap merendahkan budaya Betawi. Padahal, sebelumnya ondel-ondel dianggap sebagai boneka sakral yang tak bisa digunakan oleh sembarang orang. Terlebih, tak semua pengarak ondel-ondel paham dengan keluhuran dan nilai-nilai ikon Ibu Kota tersebut.
"Kalau buat saya sendiri sih enggak setuju ondel-ondel dibuat ngamen. Dan yang mengarak sekarang bukan bener-bener seorang seniman. Dia hanya semata-mata mengarak untuk mendapat uang. Karena menjatuhkan derajat ondel-ondel itu sendiri, sehingga menjadi murahan," tuturnya.
Namun, Davi tidak sepenuhnya menyalahkan masyarakat yang mencari nafkah melalui ondel-ondel. Ia meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta membuat ruang agar ondel-ondel kembali kepada asalnya sebagai salah satu kebudayaan Betawi.
"Untuk pemerintah diharapkan bisa menyediakan tempat-tempat di keramaian wisata yang ada di Jakarta. Meraka seharusnya diberikan panggung. Anak-anak yang ngamen itu dilatih untuk mempunyai skil agar tidak mengandalkan mata pencaharian dengan ondel-ondel," pungkasnya.
(Erha Aprili Ramadhoni)