Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Pemprov Papua Bantah Adanya Penganiayaan Pegawai KPK

Chanry Andrew S , Jurnalis-Senin, 04 Februari 2019 |20:13 WIB
Pemprov Papua Bantah Adanya Penganiayaan Pegawai KPK
Dua penyidik KPK diserahkan ke Polda Metro Jaya (Foto: Ist)
A
A
A

JAYAPURA - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua bereaksi atas mencuatnya dugaan penganiayaan dua pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di mana, perkara tersebut telah dilaporkan ke Polda Metro Jaya.

Kepala Bagian Protokol Biro Humas dan Protokol Sekretariat Daerah Provinsi Papua, Gilbert Yakwar menjelaskan kronologinya, yakni usai menyelesaikan RAPBD Provinsi 2019, Pemprov Papua melakukan pertemuan dengan DPRD Papua, Sabtu 2 Februari 2019.

Pertemuan yang berlangsung di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat itu dihadiri Direktorat Keuangan Daerah Kemendagri. Pertemuan itu, kata Gilbert, memang berkenaan dengan hasil evaluasi.

Namun, ternyata KPK turut menempatkan beberapa pegawainya. Mereka dikerahkan untuk melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) dengan dugaan akan ada tindakan penyuapan pada pertemuan tersebut.

"Hal tersebut dapat terbaca dari beberapa bukti-bukti berupa cuplikan komunikasi melalui WA (WhatsAap) yang berisikan informasi, gambar dan/atau foto semua peserta rapat beserta keterangan, termasuk barang-barang yang dibawa peserta rapat seperti tas ransel, yang senantiasa dilaporkan secara detail antara pegawai KPK yang satu kepada pegawai KPK lainnya dan/atau kepada atasannya yang tidak berada di tempat kejadian," kata Gilbert dalam siaran pers yang diterima Okezone, Senin (4/2/2019) malam.

(Baca Juga: Pegawai KPK yang Dianiaya di Hotel Borobudur Alami Retak Hidung)

Dua penyidik KPK

Menurut Yakwar, mengetahui adanya pihak lain atau orang lain yang sedang melakukan pemotretan secara berulang-ulang terhadap peserta rapat yang dikuti dengan komunikasi via telefon, maka penyelidik KPK itu didatangi untuk ditanyakan maksudnya.

"Bahwa ketika yang bersangkutan dihampiri, membuat yang bersangkutan menjadi gugup atau panik dan terlihat berkelit ketika ditanyakan perihal siapa bersangkutan serta tindakan apa yang sementara dilakukan bersangkutan pada saat itu," kata Yakwar.

Yakwar menambahkan, pada mulanya yang bersangkutan tidak mengakui sebagai pegawai KPK yang sedang melakukan tugas pengawasan dan monitoring terhadap kegiatan evaluasi APBD Papua bersama Kemendagri RI. "Namun, setelah tas jinjingnya diambil dan dilihat isinya ternyata terdapat kartu identitas sebagai anggota KPK atas nama Muhamad Gilang Wicaksono," tuturnya.

Lalu ditanyakan pula berapa orang anggota yang ikut bersamanya, dan dijawab ada enam orang. Namun ternyata, yang berada di tempat kejadian atau lobi Hotel Borobudur hanya berdua, yang kemudian identitasnya diketahui bernama Ahmad Fajar.

Keduanya diminta untuk memperlihatkan surat tugas, akan tetapi yang bersangkutan menyatakan tidak ada, dan mengaku hanya diperintah pimpinan. Selanjutnya, yang bersangkutan diminta untuk memperlihatkan siapa saja yang telah diambil gambar atau difoto dengan handphone-nya.

Ternyata hampir semua foto pejabat Papua dan barang-barang bawaan difoto. Termasuk tas ransel yang dibawa salah satu peserta yang mereka duga di dalamnya ada uang untuk tujuan penyuapan.

(Baca Juga: Polisi Masih Selidiki Pemukulan 2 Pegawai KPK

Peserta yang membawa tas ransel tersebut, lanjut Yakwar, karena dibidik, secara spontanitas mendatangi pegawai KPK dimaksud lalu memperlihatkan isi dalam tas ranselnya seraya memastikan di dalamnya hanya berisi dokumen-dokumen berupa kertas dan tidak terdapat uang.

Yakwar menambahkan, mengingat terdapat banyak kasus yang mengatasnamakan diri sebagai pegawai atau penyidik KPK, apalagi yang bersangkutan tidak dapat memperlihatkan surat tugas dan/atau surat perintah penugasan. Maka, yang bersangkutan diserahkan ke Polda Metro Jaya untuk dilakukan klarifikasi oleh kepolisian, apakah benar yang bersangkutan adalah pegawai KPK.

Terkait adanya isu penganiayaan kedua petugas tersebut yang menyebabkan luka berat hingga dilakukan tindakan medis berupa operasi pada bagian hidung dan wajah, pihaknya menegaskan, hal itu tidak benar karena tidak ada penganiayaan melainkan hanya tindakan dorong mendorong karena perasaan emosional. Sebab, pegawai KPK itu hanya menduga-duga akan ada penyuapan. 

"Terlampir kami perlihatkan foto ke-dua orang dimaksud ketika telah berada dalam ruangan Direskrimum Polda Metro Jaya, di mana dari foto tersebut, secara jelas menunjukan bahwa kedua orang tersebut dalam keadaan fresh, sehat serta tidak terdapat adanya luka dan/atau sobekan pada bagian hidung dan/atau wajah yang bersangkutan, sehingga membutuhkan tindakan operasi," katanya.

"Atas dasar peristiwa ini, Pemprov Papua termasuk DPR Papua merasakan hal-hal sebagai berikut:

 

 

 

a) Sangat mencederai hati pemerintah dan DPR Papua yang telah menseriusi arahan dan pembinaan yang dilakukan KPK selama 4 tahun di Provinsi Papua tentang Pencegahan Korupsi Terintegrasi di Provinsi Papua, di mana atas rekomendasi KPK kami telah membangun system e-planning, e-budgeting, e-samsat, e-perizinan, dan e-lapor. Pemerintah Provinsi Papua telah berusaha dengan sumber daya yang kami miliki diatas kekurangan dan kelemahan kami orang papua untuk mendukung penuh arahan-arahan KPK melalui rencana aksi pemberatasan korupsi di Papua.

 

 

 

b) Tindakan ini menunjukan ketidakpercayaan KPK terhadap kemampuan dan hati orang Papua untuk berusaha taat asas dan komitmen atas upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi dalam NKRI.

 

 

 

c) Justru tindakan tersebut menimbulkan rasa takut untuk melaksanakan tugas-tugas penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan karena aparatur akan di hantui perasaan “AKAN DITANGKAP SEWAKTU-WAKTU”. Padahal, kami telah komitmen untuk menjaga papua dalam kerangka NKRI.

 

 

 

d) Secara perlahan-lahan tindakan tersebut akan membunuh kemandirian dan prakarsa daerah untuk berusaha memahami kondisi rill budaya papua dan mencari solusi-solusi kreatif mengatasi permasalahan untuk membangun dan mengejar ketertinggalan dengan saudara-saudara kami di provinsi lain untuk mencapai kesejahteraan melalui RAPBD yang tepat sasaran dan pro rakyat.

 

 

 

RAPBD hanyalah alat untuk mencapai kesejahteraan. Jika selalu digunakan kaca mata CURIGA kepada pemerintah provinsi dan DPR papua dalam mengelola anggaran untuk kemanfaatan rakyat, hanya melahirkan ketakutan yang berkepanjangan.

 

 

 

e). Untuk itu, kami meminta perlindungan kepada Bapak Presiden Republik Indonesia agar kami dapat bekerja dengan tenang, jauh dari rasa takut dan intimidasi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab di Pronvinsi Papua.

 

 

 

Demikian pernyataan rilis ini kami sampaikan untuk mengklarifikasi sekaligus menjelaskan duduk persoalan yang benar-benar terjadi, dan juga untuk menjawab seluruh pemberitaan yang telah beredar di media massa dan di kalangan publik atau masyarakat, terima kasih Tuhan Memberkati kita semua."

 

 

(Arief Setyadi )

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement