"Kalau misalnya ada baca shalawat itu menunjukkan bahwa seorang laki-laki untuk meminang perempuan dia harus pintar dalam hal agama, artinya ukuran agama harus kuat," ucap Siswantari kepada Okezone.
"Kemudian silat, seorang laki-laki harus melindungi perempuan. Selain itu ada pantun, pantun itu kan bagian dari diplomasi. Seorang laki-laki Betawi kan harus bisa berdiplomasi baik dengan masyarakatnya," kata dia.
Menurutnya, tradisi palang pintu biasanya dilakukan pada upacara pernikahan. Selain memiliki nilai filosofis tradisi itu juga dilakukan untuk menghubungkan antarkampung, menghubungkan dua keluarga yang tidak kenal jadi saling kenal untuk mempererat hubungan keluarga.
Siswantari mengaku tidak mengetahui persis secara pasti sejak kapan tradisi ini muncul. Namun, berdasarkan pemberitaan di koran pada abad ke-19 tentang orang Betawi tradisi tersebut sudah mulai ada.
"Jadi gini, saya tak tahu persis kapan palang pintu mulai berkembang di msayarakat Betawi, tapi kalau adu silat itu tradisi betawi tapi kalau formatnya yang saya baca di abad ke-19 itu adu silatnya. Kalau kapan mulainya harus ada penelitian mendalam kapan palang pintu itu ada," tuturnya.