Padahal, kata dia, semua bahan baku pembuatan cokelat tersebut berasal dari Indonesia. Singapura, kata dia, tidak punya bahan baku cokelat satu batang pun.
"Prosesing di sana harganya sekitar Rp 19.000- Rp 20.000, jadi naik 2.000 persen. Added value-nya ada di negara lain, harusnya prosesinya ada di bawah kakao ini. karena ini industri kecil, anggarannya sekitar Rp 500 juta sampai Rp 1 miliyar," katanya.
Menurut Amran, semua proses pengolahan ini harus bisa dibalik, karena Indonesia memiliki apa saja yang dibutuhkan. Di Singapura misalnya, harga bahan dasar sekitar Rp 19.000 sampai Rp 20.000, namun bisa naik 2.000 persen. Sedangkan Added value-nya ada di negara lain.
"Harusnya prosesinya ada di bawah kebun kakao Luwu ini. Untuk itu, jika industri pengolahan ini dibangun di Luwu dan Palopo, semua orang akan menikmati Silverqueen yang segar atau tak ada pengawet. Jadi, Produk kita sendiri dan diolah oleh anak bangsa," katanya.
Sementara itu, Bupati Luwu, Basmi Mattayang menilai kebijakan dan program Kementan dalam mengembalikan kejayaan rempah, khususnya kakao dan kopi harus didukung oleh semua pihak.