Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Reog Ponorogo, Murni Kekuatan Ilmu Kanuragan atau Ada Unsur Mistis?

Syaiful Islam , Jurnalis-Sabtu, 23 Maret 2019 |15:02 WIB
Reog Ponorogo, Murni Kekuatan Ilmu Kanuragan atau Ada Unsur Mistis?
Sugiyanto, salah satu pekerja seni reog di Surabaya, Jawa Timur (Foto: Syaiful Islam/Okezone)
A
A
A

SURABAYA - Reog menjadi salah satu ikon budaya yang dimiliki Indonesia. Tarian reog tidak hanya dikenal di kampung halamannya yakni Ponorogo, Jawa Timur, namun sudah kesohor hingga mancanegara. Bahkan, kurang lengkap rasanya, jika wisatawan asing berlibur ke Indonesia belum melihat secara langsung atraksi reog ini.

Tarian reog tidak hanya ada di Kabupaten Ponorogo, namun di Kota Surabaya. Di sana malah ada yang namanya 'Kampung Reog'. Kampung khusus para pekerja seni reog itu berlokasi di kawasan Kertajaya V, Kelurahan Kertajaya, Kecamatan Gubeng. Di sana, berkumpul warga yang konsisten melestarikan reog warisan leluhur. Salah satunya adalah Sugiyanto.

Sugiyanto mengaku jika dirinya sudah mengenal reog sejak masih duduk di bangku kelas 2 sekolah dasar. Saat itu, orangtuanya yang memang pemain reog telah mengajarinya sejak kecil. Reog menurutnya tidak mengandung unsur mistis, melainkan murni perpaduan seni gerak tari dan ilmu kanuragan.

"Kalau ada pemainnya yang kesurupan itu tari jaran kepang, jika reog tidak ada yang kesurupan. Dulu orang ikut reog susah karena banyak orangtuanya yang melarang, karena takut ada setannya. Setelah kita jelaskan cuma tarian dan kanuragan, tidak ada mistis akhirnya para orangtua membolehkan anaknya ikut reog," kata Sugiyanto kepada Okezone, belum lama ini.

Reog Ponorogo

Reog yang ada di Surabaya maupun Ponorogo sebenarnya tidak jauh berbeda. Hanya saja, reog di Surabaya sudah dikreasi dari masuknya tari remo dan breakdance. Sedangkan reog di Ponorogo, masih tetap mempertahankan pakem aslinya.

Sebelum tampil sebagai penari reog, Sugiyanto mengaku menggelar ritual khusus. Ritual itu dilakukan untuk keselamatan bersama, baik bagi para pemain maupun penonton, dan si pengundang atau orang yang memiliki hajat. Namun, dalam menggelar ritual, dirinya tetap berpegang pada syariat agama Islam.

"Kampung reog dulu banyak penari reog dari Ponorogo. Dengan perkembangan zaman, karena mencari pekerjaan sulit, akhirnya banyak yang ikut transmigrasi untuk memperoleh pekerjaan," ucap Sugiyanto yang juga Ketua Paguyuban Reog Singo Mangku Joyo ini.

Sugiyanto dengan tegas menyatakan bahwa dirinya sudah membuang hal-hal yang berbau mistis dalam tarian reog. Reog bagi sebagian orang, begitu disakralkan bahkan hingga sampai dimandikan seperti benda-benda pusaka di Tanah Jawa.

Infografis Seni Berbau Mistis

Jika lupa dimandikan lanjut Sugiyanto, maka hal itu akan berdampak buruk seperti misalnya ada anggota keluarga yang kesurupan atau kerasukan. Oleh karenanya, ia lebih memilih menetralkan reognya lebih dulu untuk mencegah hal-hal negatif yang terjadi.

"Kita netralkan, tapi sebagian memang ada yang khusus. Kalau semuanya dikhususkan, jika kurang hati-hati anak akan kesurupan dan saya tidak bisa mengobati. Lebih baik netral saja biar aman," kata dia.

Ia menuturkan bahwa setiap malam satu suro (1 Muharram) di Ponorogo digelar Festival Tari Reog. Dulu Sugiyanto bersama paguyuban reog-nya pernah memenangkan kompetisi itu. Namun, saat ini dia tidak bisa ikut lantaran terkendala persoalan biaya. Sebab, dana yang dikeluarkan juga tidak sedikit, yakni mencapai Rp200 juta.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement