JALAN Warung Buncit di kawasan Jakarta Selatan jadi "saksi" akan kemacetan di Ibu Kota, terutama saat jam-jam sibuk. Kemacetan di Jalan Warung Buncit atau Jalan Warung Jati Barat ditengarai maraknya perkantoran di sisi jalanan tersebut, sekaligus menjadi jalur untuk menuju kawasan sibuk lainnya seperti Kuningan.
Namun, pernahkah terpikir dari mana nama Jalan Warung Buncit berasal? Termasuk bagi pengendara yang rutin melintas di jalan tersebut.
Memang tak banyak literatur yang dapat mengurai detail asal-usul penamaan Warung Buncit. Namun, ada cerita dari masyarakat setempat soal penamaan Warung Buncit.
Menghimpun informasi dari berbagai sumber, konon Warung Buncit berasal dari warung kelontong milik warga etnis Tionghoa, yaitu Koh Bun Tjit, pada abad 19-an.

Saat ini, penduduk pribumi dan pendatang dapat hidup berdampingan. Warga etnis Tionghoa pun dapat membuka toko untuk menjual bahan pokok maupun rempah-rempah, layaknya pribumi.
Dari sejumlah toko, warung Koh Bun Tjit jadi salah satu yang ramai. Konon Koh Bun Tjit pandai bergaul dengan warga setempat, selain tentunya mahir dalam perniagaan.
Bahkan, ada yang menyebut Koh Bun Tjit masuk Islam setelah menikah dengan perempuan pribumi.
Sementara itu, ada versi lainnya yang berkembang di masyarakat setempat soal penamaan Warung Buncit. Itu karena di daerah tersebut banyak toko yang dimiliki etnis Tionghoa yang rata-rata berperut buncit.
Ada juga yang menyebut "Warung Buncit" untuk menunjukkan kawasan yang lokasinya berada paling belakang alias buncit.

Adapun warung-warung itu sering menjadi tempat belanja warga setempat. Sebab, saat itu kawasan Buncit merupakan area pertanian dan buah-buahan, selain beternak sapi dan kambing.
Sementara itu, nama Jalan Warung Buncit pada awal 2018 menjadi sorotan warga Ibu Kota. Hal itu karena nama jalan itu rencananya diubah menjadi Jalan Jenderal AH Nasution. Namun, rencana itu urung terlaksana karena warga setempat serta sejarawan dan budayawan melakukan menolak. Gubernur Anies Baswedan pun memutuskan untuk menghentikan penggantian nama jalan itu.
(Erha Aprili Ramadhoni)